REPUBLIKA.CO.ID, NIAS - Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melakukan kunjungan kerja ke Nias, Sumatra Utara. Pada kesempatan itu, Mendagri Tito Karnavian yang disambut Forum Komunikasi Pimpinan Daerah dan tokoh masyarakat se-Pulau Nias memberikan gelar kehormatan. Gelar kehormatan 'Adat Nias Tuha Gari Sifaoma' Bawa itu memiliki arti pemimpin yang besar dan tegas.
Gari adalah pedang tradisional khas Nias yang biasanya digunakan untuk menegakkan kebenaran dan memerangi kejahatan. Pedang tajam ini bermata dua.
Para tokoh adat menilai dalam diri Tito ditemukan ketajaman mata pedang itu. Masyarakat Nias yakin ketajaman dan ketegasan Tito selama menjadi Kapolri dan sekarang menjadi Mendagri akan tetap konsisten.
"Saya sudah menjadi warga Nias dengan pakaian ini, kemudian diberikan gelar 'Tuha Gari Sifaoma Bawa' kepada saya yang berarti menjadi ikatan bagi saya menjadi warga Nias," kata Tito, dalam kunjungannya ke Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatra Utara, Senin (9/12).
Tito menyebut tantangan masa kini yang harus dihadapi bersama adalah perang melawan kemiskinan dan ketertinggalan, khususnya di Nias.
"Sehingga peran yang kita lakukan ke depan adalah perang menghadapi kemiskinan, ketertinggalan, dan lain-lain, kita harus lakukan bersama-sama, dan saya menjadi bagian dari bapak ibu sekalian untuk memerangi itu," ujarnya.
Sebagai pembina daerah, Tito juga berkomitmen untuk mengembangkan Nias menjadi salah satu daerah maju di Indonesia. "Jadi kewajiban saya juga untuk mengembangkan Nias, mudah-mudahan kita dengan kebersamaan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota, kita bisa bangun Nias ini menjadi salah satu daerah yang paling maju di Indonesia," kata Tito.
Dalam kunjungan tersebut, Tito juga membangkitkan semangat optimisme kepada masyarakat Nias dalam mengembangkan potensi wilayahnya untuk menunjang kehidupan. Menurut dia, jika dibandingkan soal sumber daya, Nias jauh lebih unggul dibandingkan lainnya. Oleh itu, bukan suatu hal yang mustahil bagi Nias untuk mengembangkan seluruh potensinya dalam mencapai kesejahteraan bagi masyarakat nya.
"Contoh lainnya di Singapura, saya cukup lama sekolah di Singapura, sekitar lima tahun. Dibandingkan Nias, tidak ada apa-apanya, pulau kecil dengan jumlah penduduk sedikit, sekitar lima juta penduduk, tidak mempunyai sumber daya alam di sana. Tak ada perikanan maupun kelautan, pantainya pun dari pasir Batam. Tapi mereka sangat maju, di mana kuncinya? Lagi-lagi SDM jadi kuncinya," kata Tito.
Nias juga dapat berkaca pada Maldives atau Maladewa yang terletak di sebelah Selatan-Barat Daya India, sekitar 700 KM sebelah barat daya Sri Lanka. Di tengah keterbatasan sumber daya, Maldives mampu menarik investor untuk berinvestasi di sana.
"Nah ini, sebetulnya tidak perlu anti dengan investor asing, mau dari Cina, Amerika atau negara manapun ambil saja, sepanjang dia bisa membuka lapangan kerja, bisa menguntungkan kita, dan tidak mengambil kedaulatan negara kita. Ambil saja, contoh lainnya di Uni Emirat Arab. Mereka bisa mengembangkan gurun menjadi lautan hijau, infrastruktur dan gedung-gedung tinggi, kuncinya juga ada di investasi," ujarnya.
Dengan perbandingan tersebut, Mendagri berharap Nias kian berkembang dengan memanfaatkan SDM maupuan SDA yang kian melimpah. SDM yang kompak menjadi salah satu kunci yang tak dapat dipisahkan untuk membangun Nias.
"Bagaimana agar pembangunan di Nias dapat dijalankan dengan cara swadaya dan swakarsa, kenapa tidak? Karena saya lihat potensi SDM nya, pintar-pintar, tokohnya cerdas-cerdas. Persoalannya bagaimana kita memanfaatkan potensi itu, SDM ini betul-betul harus dijaga kekompakannya," kata Tito.