Kamis 21 Nov 2019 14:25 WIB

Mungkinkah Manusia Hidup Normal dengan Setengah Bagian Otak?

Otak menjadi organ terpenting dalam kehidupan manusia.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Otak manusia (Ilustrasi)
Foto: Pixabay
Otak manusia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otak merupakan organ yang memegang peranan penting di dalam kehidupan manusia. Otak bertanggung jawab atas banyak hal mulai dari mengatur keseimbangan, cara berpikir hingga mengoordinasikan fungsi-fungsi tubuh seperti detak jantung. Mungkinkah manusia bisa hidup normal hanya dengan setengah bagian otak saja?

Jawabannya adalah sangat mungkin. Hal ini diungkapkan dalam sebuah studi terbaru yang melibatkan enam orang partisipan dewasa. Para partisipan ini pernam menjalani prosedur hemisferektomi ketika masih kecil.

Baca Juga

Hemisferektomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk mengangkat setengah bagian otak. Hemisferektomi dapat diberikan sebagai bagian dari terapi epilepsi anak untuk menurunkan risiko kejang.

"Orang-orang dengan hemisferektomi yang kami teliti bisa sangat berfungsi (secara normal)," terang salah satu peneliti Dorit Kliemann dari California Institute of Technology, seperti dilansir WebMD, Kamis (21/11).

Kliemann mengatakan para partisipan memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Saat Kliemann mengajak bicara para partisipan ketika berada di dalam alat pemindai otak, mereka menunjukkan kemampuan yang tak berbeda dengan orang-orang normal.

"Anda bisa lupa dengan kondisi mereka ketika pertama kali bertemu," lanjut Kliemann.

Di usia dini, para partisipan menderita kejang epilepsi tanpa henti. Salah satu partisipan bahkan mulai mengalami kejang epilepsi hanya beberapa menit setelah dilahirkan.

Kepada para partisipan ini, prosedur hemisferektomi dilakukan dengan tujuan untuk mengontrol epilepsi. Hemisferektomi dilakukan untuk mengisolasi setengah bagian otak yang terpengaruh oleh penyakit epilepsi.

 

 

photo
Otak manusia untuk berpikir (Ilustrasi)

Ada dua hal yang bisa dilakukan melalui hemisferektomi. Salah satu di antaranya adalah mengangkat setengah bagian otak yang bermasalah. Hal lainnya adalah tidak melakukan pengangkatan tapi memutus hubungan fusuk antara setengah bagian otak yang bermasalah dengan setengah bagian otak lain.

Seluruh partisipan yang terlibat dalam studi ini menjalani pengangkatan setengah bagian otak mereka. Usia termuda partisipan ketika menjalani prosedur hemisferektomi adalah tiga bulan. Empat partisipan menjalani pengangkatan setengah bagian otak kanan, sedangkan dua lainnya menjalani pengangkatan setengah bagian otak kiri.

Saat studi dilakukan, para partisipan sudah mencapai usia 20-an hingga 30-an. Mereka diminta menjalani pemeriksaan scan otak MRI. Pemeriksaan ini bertujuan untuk merekam aktivitas otak di area-area otak yang bertugas mengatur penglihatan, pergerakan tubuh, emosi dan proses berpikir.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi antarjaringan otak para partisipan menunjukkan hasil yang normal. Fungsi aktivitas otak para partisipan juga menunjukkan hasil yang normal. Tak hanya itu, komunikasi yang terjadi di antara jaringan-jaringan pengatur yang berbeda di otak juga tampak lebih kuat pada partisipan yang pernah menjalani hemisferektomi dibandingkan kelompok pembanding (control group).

Kliemann mengatakan orang memang bisa hidup normal hanya dengan setengah bagian otak saja. Namun di sisi lain, sedikit masalah pada otak juga bisa menyebabkan kondisi yang berat seperti strok atau cedera otak traumatik.

Oleh karena itu, Kliemann merasa penting untuk memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana otak bekerja pada pasien hemisferektomi. Pemahaman yang lebih baik terhadap hal ini bukan tidak mungkin membuka peluang bagi strategi intervensi yang berfokus pada target untuk membantu pasien-pasien denagn beragam jenis cedera otak di masa depan.

Pakar neurologi dari Mayo Clinic Dr Joseph Sirven tidak terkejut dengan temuan ini. Ia mengaku sering bertemu pasien hemisferektomi yang dapat berfungsi dengan sangat baik sebagai individu.

Sirven mengatakan kondisi terangkatnya setengah bagian otak membuat otak melakukan kompensasi agar pasien bisa berfungsi dengan normal. Dari temuan ini, Sriven cukup terkejut dengan besarnya kompensasi otak yang bisa terjadi dalam kondisi pascaoperasi hemisferektomi.

"Yang mengejutkan saya adalah tingkat kompensasi yang terjadi," ujar Sirven yang tidak terlibat dalam penelitian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement