Selasa 19 Nov 2019 12:43 WIB

Psikolog Ungkap Cara Membangun Kekuatan Keluarga

Kerja sama antaranggota bantu bangun kekuatan keluarga.

Rep: MGROL 127/ Red: Indira Rezkisari
Kekuatan keluarga bisa dicapai lewat kerjasama seluruh anggota keluarga.
Foto: pixabay
Kekuatan keluarga bisa dicapai lewat kerjasama seluruh anggota keluarga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membangun keluarga yang kuat tidak cukup dilakukan satu orang saja. Keluarga yang kuat diperoleh melalui kerjasama antaranggota keluarga.

Riset menyebut, dua per tiga dari pasangan akan menurun kebahagiaannya karena kehadiran seorang anak. Namun, masih ada satu pertiga lagi dari mereka yang merasa bahagia dengan kehadiran si buah hati.

Baca Juga

Psikolog Saskhya Aulia Prima, M.Psi., mengatakan kekuatan dalam keluarga dibangun atas dasar kepentingan bersama. Itulah mengapa kerjasama dalam keluarga itu sangat dibutuhkan.

Setiap anggota keluarga dikatakannya harus bisa menguasai perannya masing-masing. Serta harus bisa berpartisipasi dalam peran secara bersama-sama di keluarga.

Psikolog Saskhya Aulia Prima, M.Psi, membagi tip membangun kekuatan keluarga.

Membangun Kepedulian

Peduli bukan berarti hanya mementingkan apa yang dibutuhkan masing-masing keluarga. Bukan hanya bertanya bagaimana dengan hari ini? Tetapi juga terjun langsung di kegiatan yang disukai anggota keluarga lain.

“Misalnya bertanya pada anak, ‘apa yang kamu suka?’ lalu ia menjawab, melukis. Maka sebagai orang tua kita juga harus terjun langsung mengajarinya melukis sehingga ia merasa orang tuanya peduli terhadap kegiatannya,” ujar Saskhya.

Menjalin Komunikasi Baik

Menjalin komunikasi yang baik merupakan kunci utama kuatnya sebuah keluarga. Dalam mempraktikkannya, tentu masing-masing anggota keluarga harus menyisihkan waktu untuk bisa berbincang setiap harinya.

Memahami karakter juga sangat dibutuhkan dalam menjalin keluarga yang harmonis. “Tentu setiap orang punya karakter yang berbeda. Artinya kita, terutama sebagai ibu, harus bisa memahami masing-masing karakter anggota keluarganya, supaya komunikasinya tidak salah,” lanjut Saskhya.

Belajar Manajemen Emosi

Emosi memang seringkali tidak terkontrol dengan sempurna. Namun, peran sebagai orang tua justru harus bisa mengatur emosinya. Karena, orang tua merupakan panutan dari anak-anaknya.

“Seringkali anak-anak meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Misalkan orang tuanya marah, banting barang, nanti sang anak berpikir ‘oh ternyata marah seperti itu boleh ya’ jangan sampai mereka berpikir seperti itu,” jelas Saskhya.

Saskhya sendiri mengaku pernah merasa panik setelah memiliki anak. Ia pun harus memulai duluan dengan suaminya untuk membuka topik pembicaraan dalam diskusi keluarganya.

Meskipun begitu, Saskhya mengatakan di dalam keluarga semua bisa menjadi kuat. Dari keluarga semua bisa belajar ikhlas, sabar, dan berbagi tentang hal-hal kecil.

“Ya, setelah berkeluarga aku belajar banyak hal. Di sanalah aku menjadi lebih tumbuh lagi. Keluarga lah yang membuat kita menjadi diri sendiri,” kata Saskhya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement