REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Izin sakit merupakan hal yang lumrah diajukan oleh pekerja ketika mengalami masalah kesehatan fisik. Namun, pengajuan izin sakit belum menjadi hal yang umum dilakukan ketika pekerja mengalami masalah kesehatan mental.
"Kita semua memiliki kesehatan mental seperti halnya kita memiliki kesehatan fisik, dan ini dapat berfluktuasi," ujar Head of Workplace Wellbeing Programmes Mind Madeleine McGivern, seperti dilansir Telegraph.
McGivern mengatakan jam kerja yang panjang, beban kerja yang berlebih hingga hubungan yang kurang baik dengan sesama rekan kerja dapat memunculkan stres yang tak terkendali pada pekerja. Kondisi ini dapat menyebabkan atau memperburuk masalah kesehatan mental pada pekerja bila diabaikan.
Tentu, pekerja perlu mengetahui kapan ia benar-benar perlu mengajukan izin sakit untuk memperbaiki masalah kesehatan mental yang dialami. Pekerja juga perlu mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk mengajukan izin sakit terkait masalah kesehatan mental.
Salah satu cara yang perlu dilakukan adalah dengan membuka dialog terbuka dengan atasan yang langsung membawahi si pekerja yang bersangkutan. Pekerja yang mulai merasa dirinya kurang sehat akibat masalah kesehatan mental dapat memberitahu atasan mengenai kondisi tersebut.
Seperti halnya terkena flu berat, McGivern mengatakan pekerja bisa merasa sangat kesultian hanya untuk berangkat kerja ketika sedang berkutat dengan masalah kesehatan mental. Oleh karena itu, McGivern mengimbau agar masalah kesehatan mental juga bisa mendapatkan perlakuan yang sama seperti masalah kesehatan fisik.
Managing Director Personal Career Management Corine Mills dan Psikolog Sarah Rozenthuler menilai pekerja yang ingin mengajukan izin sakit terkait masalah kesehatan mental sebaiknya mengajukan izin tersebut dengan cara bertatapan muka langsung dengan atasan. Pekerja perlu memberikan penjelasan dengan konteks yang jelas dan juga memaparkan masalah pekerjaan apa yang memicu stres ataupun masalah kesehatan mental pada pekerja tersebut.
"Jangan emosional dan jadilah faktual. Jangan memainkan kartu 'kasihanilah saya'," ungkap Rozenthuler.
Bila atasan tidak bersikap suportif terhadap masalah kesehatan mental yang dihadapi pegawai, mungkin pegawai bisa mempertimbangkan kembali apakah pekerjaan yang ia geluti patut dipertahankan. Bila pegawai mencintai pekerjaan tersebut dan tidak ingin berhenti, alternatif lain yang bsia dilakukan pekerja adalah membangun mekanisme dukungan baru di luar lingkungan kerja.
"Jadikan kesehatan dan kesejahteraan Anda sendiri sebagai sebuah prioritas," terang Rozenthuler.