Selasa 15 Oct 2019 00:50 WIB

Kecanduan Gadget pada Anak, Waspadai Ciri-cirinya

Kecanduan gadget paling rentan terjadi pada remaja dan anak-anak.

Rep: Idealisa Masyafarina/ Red: Yudha Manggala P Putra
Anak kecanduan gadget. Ilustrasi
Foto: Mashable
Anak kecanduan gadget. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menggunakan gadget dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kecanduan. Ketagihan tersebut dinilai paling rentan terjadi pada remaja dan usia di bawahnya.

"Anak remaja paling banyak mengalami kecanduan gadget, namun anak di bawah usia remaja juga cukup banyak," kata Psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., kepada Republika.co.id, Senin (14/10).

Seperti apa ciri-ciri kecanduan gadget? Berikut beberapa di antara yang perlu diwaspadai:

Pertama, kecanduan dapat dicurigai terjadi pada anak yang selalu bersama dengan gadgetnya, dan tidak tertarik pada hal-hal lain selain perangkat itu.

Kedua, jika terpisah dari gadget-nya, ada gejala-gejala semacam pusing, cemas, bingung, merasa tak berenergi, dan lainnya.

Ketiga, anak itu mudah marah atau tersinggung atau sangat cemas ketika gadget tertinggal, atau ketika tidak mendapat sinyal, atau ketika baterai habis.

Keempat, berbohong tentang kegiatan main gadget. Misalnya mengatakan baru mulai padahal sudah berjam-jam main.

Meski begitu Anna mengingatkan agar orang tua tetap berkonsultasi ke ahlinya untuk memastikan apa anak mengalami kecanduan gadget.

"Ini perlu didiagnosa oleh psikolog atau psikiater, tidak disarankan melakukan self-diagnosis atau bahkan menuduh seseorang mengalami kalau ia bukan ahlinya," kata Anna.

Dia menegaskan, kasus kecanduan gadget ini belum taraf gangguan jiwa atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), namun masih termasuk masalah kejiwaan atau orang dengan masalah kejiwaan (ODMK), sehingga dapat ditangani.

Intervensi terapi akan tergantung pada kondisi anak. Anak harus dipisahkan dari gadget dan diberikan kegiatan-kegiatan lain yang lebih positif, dengan penguatan agar anak bisa lepas dari gadgetnya dan menikmati kegiatan lain.

"Biasanya terapi tidak selesai dalam hitungan hari, tapi bisa dalam hitungan minggu atau bahkan bulan, tergantung dari beratnya kasus. Ini tergantung pada kerjasama antara anak dan orangtua, dibantu oleh terapis, psikolog, psikiaternya," jelas Anna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement