Sabtu 12 Oct 2019 00:00 WIB

Ini Alternatif Obat Asam Lambung Selain Ranitidin

Produsen obat diberikan waktu hingga 80 hari untuk menarik ranitidin.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ani Nursalikah
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito (tengah) didampingi Ketum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) Nurul Falah (kiri), dan Ketua Bidang Advokasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dr Prasetyo Widhi Buwono (kanan) memberikan keterangan pers terkait hasil pengujian terhadap cemaran N-Nitrosodimethylamine (NDMA) dalam produk obat yang mengandung Ranitidin, di Kantor BPOM, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito (tengah) didampingi Ketum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) Nurul Falah (kiri), dan Ketua Bidang Advokasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dr Prasetyo Widhi Buwono (kanan) memberikan keterangan pers terkait hasil pengujian terhadap cemaran N-Nitrosodimethylamine (NDMA) dalam produk obat yang mengandung Ranitidin, di Kantor BPOM, Jakarta, Jumat (11/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) merekomendasikan daftar obat alternatif pengganti ranitidin untuk para penderita penyakit asam lambung, tukak lambung, dan tukak usus. Obat pengganti tersebut diantaranya Famotidine, Sucralfate, hingga Omeprazole.

Ketua Bidang Advokasi PAPDI Prasetyo Widhi Buwono mengatakan ranitidin merupakan Antagonis H2 (H2 blocker) yang berfungsi menghambat produksi asam lambung. "Tetapi obatnya bukan hanya ranitidin, masih ada H2 blocker lain yang bisa digunakan, yaitu Famotidine untuk mengatasi asam lambung naik ke kerongkongan. Selain itu, ada obat Antacid, Sucralfate, Omeprazole, dan Pantoprazole," ujarnya saat konferensi pers hasil pengujian terhadap cemaran N-Nitrosodimethylamine (NDMA) pada produk obat yang mengandung ranitidin, Jumat (11/10).

Baca Juga

Jadi, dia menambahkan, stok obat-obatan pengganti ranitidin masih mencukupi. Jadi, ia menegaskan, obatnya tidak hanya itu.

Selain mengonsumsi obat-obatan pengganti, ia meminta penderita mengubah gaya hidup, seperti menghindari makanan yang merangsang produksi asam lambung, seperti makanan pedas, asam, kemudian memiliki jadwal makan yang tepat waktu.

"Selain itu, istirahat cukup, hindari stres, dan cemas. Karena itu juga faktor penting," ujarnya.

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memutuskan menarik kembali sementara seluruh jenis obat asam lambung ranitidin, utamanya yang mengandung cemaran N-Nitrosodimethylamine (NDMA) dan menjadi karsinogenik penyebab penyakit kanker per 9 Oktober 2019. Produsen obat diberikan waktu hingga 80 hari untuk menarik produk obat ini.

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) pada 13 September lalu mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam jumlah yang relatif kecil pada sampel produk yang mengandung bahan aktif ranitidin. Ia menyebut keputusan FDA itulah yang dijadikan dasar oleh BPOM dalam mengawal keamanan obat yang beredar di Indonesia.

"Kemudian Badan POM menerbitkan penjelasan terkait jenis produk ranitidin yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA di atas ambang batas 96 ng/hari berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan Badan POM. Badan POM telah memerintahkan industri farmasi pemegang izin edar produk yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA yang melebihi batas ambang untuk melakukan penghentian produksi dan distribusi serta melakukan penarikan kembali (recall) seluruh produk yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA per 9 Oktober 2019," ujarnya.

Ia menambahkan, perintah penghentian sementara produksi obat ranitidin sebagai upaya kehati-hatian melindungi masyarakat Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement