REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Film Joker berhasil meraup pendapatan 39,9 juta dolar AS pada penayangan perdananya di Amerika Serikat, Jumat (4/10) lalu. Namun, seiring dengan kesuksesannya mendatangkan penonton, Joker justru menuai keluhan dari warga Amerika Serikat.
New Straits Times mengutip Daily Mail, seperti dilansir pada Senin (7/10), melaporkan sejumlah orang di seluruh dunia meninggalkan bioskop dan menilai bahwa film tersebut dianggap berbahaya karena menayangkan adegan kekerasan. Adegan kekerasan yang digambarkan dalam film tersebut menganggu dan 'memicu' psikologis.
“Secara harfiah baru saja keluar dari pemutaran film Joker. Terlalu mengerikan untuk berada di sana bersama ... cara film mengagungkan kekerasan senjata dan masalah kesehatan mental," kata salah seorang penggemar menulis di Twitter.
Selain itu, sejumlah pihak meminta agar film tersebut dilarang tayang di bioskop lantaran mempromosikan kekerasan dan bahkan dapat menginspirasi penembakan massal. Hingga kini, memang belum ada laporan kekerasan di pemutaran film, setelah polisi di seluruh negara waspada dan meningkatkan keamanan di bioskop.
Bahkan, seorang pria di New York ada yang sampai diamankan lantaran meludahi orang dan bertepuk tangan setiap adegan Joker membunuh orang. Demi keamanan, polisi setempat membawa pria itu keluar studio bioskop.
Keluhan ini menunjukkan bahwa tidak semua orang menerima film yang gelap, dan ultra-kekerasan dalam karya yang menampilkan Joaquin Phoenix memerankan Arthur Fleck. Fleck merupakan tokoh badut yang diperangi dan kemudian berubah menjadi musuh bebuyutan ikonik Batman.
Beberapa penggemar tidak siap dengan intensitas kemuraman dalam film yang menyasar psikologis dalam pikiran. Akibatnya, mereka keluar dengan merasaan kurang nyaman dari bioskop.
Sang pemeran utama dan sutradara mengaku kaget dengan adanya kritik tersebut. Menurut sutradara Todd Phillips, penggambarannya tentang kekerasan tidak jauh berbeda dengan dalam film-film aksi lainnya.
"Itu hal yang mengejutkan bagi saya," katanya di pemutaran film perdana di pantai timur AS. "Saya pikir, bukankah itu hal yang baik, untuk menempatkan implikasi dunia nyata pada kekerasan?” imbuhnya.