Kamis 26 Sep 2019 03:26 WIB

Penyakit Jantung Harus Dicegah Sejak Kanak-Kanak

Peneliti merekomendasikan agar pencegahan penyakit jantung dimulai sejak kanak-kanak.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Reiny Dwinanda
Anak harus dibiasakan melahap makanan sehat demi mencegah terserang penyakit jantung.
Foto: Flickr
Anak harus dibiasakan melahap makanan sehat demi mencegah terserang penyakit jantung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa mendorong aktivitas fisik dan meningkatkan pola makan anak-anak sangat penting guna mengurangi kematian akibat penyakit kardiovaskular. Pemimpin penulis penelitian tersebut, Karine Turke, mengatakan aterosklerosis (arteri yang tersumbat) dimulai pada masa kanak-kanak dan lebih mungkin terjadi dengan gaya hidup yang pasif dan pola makan yang tidak sehat.

"Paparan perilaku ini sepanjang hidup meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke, jadi pencegahan harus dimulai pada masa kanak-kanak," kata Turke, dilansir Times Now News, Senin (23/9).

Baca Juga

Penyakit kardiovaskular adalah pembunuh nomor satu di dunia yang menyebabkan 17,9 juta kematian per tahun. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa jumlah bayi dan anak-anak yang kelebihan berat badan atau obesitas meningkat dari 32 juta secara global pada 1990 menjadi 41 juta pada 2016.

Sekitar 3,2 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh aktivitas fisik yang tidak memadai. Studi yang dipresentasikan dalam Kongres Kardiologi Brasil di Porto Alegre itu menunjukkan hasil dasar pada 433 siswa Brasil yang disurvei.

Usia rata-rata responden adalah 13 tahun dan 51 persen adalah laki-laki. Waktu rata-rata yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas fisik ringan dan sedang hingga berat selama satu pekan ialah 40 dan 60 menit. Sementara itu, waktu duduk rata-rata adalah 360 menit per pekan.

"Aktivitas fisik jauh di bawah tingkat yang direkomendasikan oleh WHO, yaitu 300 menit per pekan untuk anak-anak dan remaja," ujar Turke.

Mengenai makanan, penelitian itu mengungkapkan bahwa 53 persen telah mengonsumsi sayuran berdaun pada hari sebelumnya, 69 persen buah, 91 persen karbohidrat seperti nasi atau pasta, 70 persen kacang-kacangan, 79 persen daging, 42 persen minuman ringan, dan 39 persen cokelat. Sebanyak 39 persen mengonsumsi minuman bubuk instan, 42 persen sosis, dan 49 persen permen, termasuk cokelat atau permen lainnya.

Menurut Turke, banyak siswa yang mengonsumsi makanan olahan, yang lebih mudah disiapkan orang tuanya daripada memasak makanan dari bahan-bahan segar.

"Siswa akan belajar untuk mengklasifikasikan makanan sebagai segar, diproses secara minimal, diproses, dan ultra-proses, dan memprioritaskan bahan makanan segar dan diproses secara minimal," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement