REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli nutirisi Prof Dr dr Damayanti R Sjarif SpA(K) mengingatkan bahwa stunting hanya bisa dicegah selama periode 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Masa itu bermula saat kehamilan hingga anak berusia dua tahun, masa di mana otak anak berkembang pesat.
"Pada tahap pemberian makanan pendamping air susu ibu (MPASI), orang tua harus memerhatikan pola asupan gizi yang seimbang, terutama untuk memberikan asupan karbohidrat, lemak tinggi, dan protein hewani," kata dokter konsultan nutrisi dan penyakit metabolik anak RSCM ini di Jakarta, Jumat.
Damayanti juga mengingatkan pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Menurutnya, pemberian ASI dapat diteruskan hingga anak berusia dua tahun.
Desa Banyumundu, Kabupaten Pandeglang, Banten, menurut Damayanti, dapat menjadi proyek contoh aksi cegah stunting. Proyek tersebut merupakan hasil kerja sama dengan Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang mampu menunjukkan penurunan prevalensi stunting sebesar 8,4 persen dalam 6 bulan dari 41,5 persen menjadi 33,1 persen atau mencapai 4,3 kali lipat dari target tahunan WHO.
Stunting atau perawakan pendek pada anak akibat malnutrisi kronis masih menjadi tantangan di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8 persen. Artinya, satu dari tiga balita mengalami stunting.
Indonesia juga merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi kedua di kawasan Asia Tenggara dan kelima di dunia. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang diwakili Dr Entos Zainal menguraikan stunting mengakibatkan kerugian negara setara Rp 4 triliun per tahun atau sebesar tiga persen dari PDB. Besarnya angka tersebut mendorong pemerintah melakukan percepatan penanganan stunting.
Menurut Entos, tak mudah untuk mencapai target capaian prevalensi stunting sebesar 19 persen di tahun 2024. Untuk itu dibutuhkan terobosan, inovasi dan kerja sama lintas sektor.
"Termasuk kerja sama dengan akademisi dan pihak swasta untuk segera menangani hal ini secara konkret,” jelas Entos.
Kondisi stunting akan berdampak serius bagi kesehatan anak baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendek meliputi perkembangan tubuh anak yang terhambat, performa anak yang menurun di sekolah, peningkatan angka kesakitan, dan risiko kematian.
"Dalam jangka panjang, stunting dapat menyebabkan obesitas, peningkatan risiko penyakit tidak menular, bentuk tubuh pendek saat dewasa, serta penurunan produktivitas dan kualitas hidup anak di masa mendatang," kata Entos.