REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dulu, anak-anak perempuan mungkin pernah berpura-pura memakai riasan dengan mainan atau diam-diam memakai lipstik milik ibu. Namun, kini banyak anak kecil sudah tak asing dengan tata rias, bahkan pandai berdandan, dan memamerkan keahliannya di media sosial.
Walau beauty vlogger cilik sudah banyak bermunculan, orang tua sebaiknya tidak serta merta membiarkan buah hati bermain-main dengan riasan terlalu dini. Dilansir CNA, ada beberapa alasan medis mengapa make up tidak bagus saat terpapar pada anak.
Menurut pakar kulit dari Children & Adult Skin Hair Laser Clinic dokter Lynn Chiam, kulit anak lebih tipis sehingga fungsi penghalangnya tidak sebesar kulit orang dewasa. Fungsi kulit sebagai penghalang merujuk pada kemampuannya menjaga kelembapan dan melindungi tubuh dari elemen yang merusak, sehingga kulit anak lebih rentan terhadap bahan yang mengiritasi.
Jika terpapar bahan kimia dalam make up yang bisa menyebabkan kulit kering, merah, gatal dan iritasi, kulit anak bisa jadi lebih sensitif pada hal lain, seperti air, sabun, keringat, dan panas. Proses yang penting dalam memakai make up adalah membersihkannya secara menyeluruh sehingga kulit bisa kembali bernafas. Bila anak tidak membersihkan riasan secara optimal, pori-porinya bisa tersumbat dan berujung pada jerawat.
Bagaimana dengan sedikit lip gloss dan pemulas pipi?
Dokter menegaskan riasan bisa berujung pada dermatitis pada kulit dan bibir, menyebabkan merah-merah dan gatal. Anak bisa terkena iritasi meski kuantitasnya sedikit.
Dokter menyarankan orang tua menunggu hingga anak berusia 16 tahun sebelum memberinya izin berdandan. Tapi jika anak punya kegiatan yang mengharuskannya berdandan, misalnya untuk pentas tari, dia merekomendasikan riasan berbahan dasar bedak yang pada umumnya tidak terlalu mengiritasi kulit seperti riasan cair.
Hal serupa berlaku pada cat rambut. Jika anak merengek-rengek ingin rambutnya diwarnai, orang tua harus mengingat kulit kepala anak lebih sensitif dan rambutnya pun lebih halus. Proses bleaching rambut sebaiknya baru dilakukan setelah anak puber, setidaknya 16 atau 17 tahun.
Bila memang terpaksa, pakailah pewarna non-permanen yang mudah luntur dalam bentuk semprotan dan kapur. Pewarna ini tidak meresap seperti cat rambut, tapi hanya ada di permukaan.
Bagaimana dengan cat kuku?
Bahan-bahan kimia dalam cat kuku membuat orang tua harus menahan diri untuk tidak membiarkan buah hati mewarnai kukunya, terutama bila si anak punya kebiasaan menggigit kuku atau makan dengan tangan. Jika orang tua memberi izin, dokter merekomendasikan untuk tidak berlama-lama membiarkan cat kuku itu ada di tangan anak, setidaknya tidak lebih dari sepekan.