Ahad 08 Sep 2019 06:11 WIB

Museum Bahari Ajak Ratusan Milenial Menjaga Warisan Kolonial

Generasi milenial diajak melestarikan Taman Arkeologi Onrust di Kepulauan Seribu.

Ratusan peserta wisata edukasi kebaharian yang digelar Museum Bahari, berfoto bersama di Pulau Onrust, Sabtu (8/9). Wisata edukasi yang diikuti ratusan peserta dari generasi milenial itu digelar sebagai upaya Museum Bahari melestarikan Taman Arkeologi Onrust.
Foto: Karta Raharja Ucu/ Republika
Ratusan peserta wisata edukasi kebaharian yang digelar Museum Bahari, berfoto bersama di Pulau Onrust, Sabtu (8/9). Wisata edukasi yang diikuti ratusan peserta dari generasi milenial itu digelar sebagai upaya Museum Bahari melestarikan Taman Arkeologi Onrust.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan anak muda rentan usia 18-28 tahun "menyerbu" Museum Bahari pada Jumat (8/9) pagi. Kedatangan generasi milenial itu ke gedung yang pernah dijadikan sebagai gudang rempah-rempah pada masa kolonial tersebut, untuk mengikuti wisata edukasi yang digelar Museum Bahari pada 8-9 September 2019.

Tak tanggung-tanggung, Museum Bahari tidak hanya mengajak ratusan peserta itu berkeliling museum. Namun, para peserta acara bertema Wisata Kebaharian Jakarta itu diajak untuk menjelajah empat pulau di Kepulauan Seribu, yakni Pulau Cipir, Pulau Kelor, Pulau Onrust, dan menginap satu malam di cottage Pulau Bidadari.

Ketua Panitia Acara, Burhanuddin Azis mengatakan Museum Bahari sengaja mengundang para generasi milenial untuk belajar dan bertukar pikiran secara langsung dengan ahli museum dan cagar budaya di Indonesia. Salah satu yang akan diperkenalkan adalah Taman Arkeologi Onrust yang ditetapkan sebagai cagar budaya dan representasi kearifan lokal.

"Kegiatan ini bertujuan untuk mengajarkan anak-anak muda bersama-sama mengembangkan Taman Arkelogi Onrust yang di dalamnya ada Pulau Cipir, Pulau Kelor, dan Pulau Onrust sendiri punya sejarah panjang dalam lini masa Nusantara, termasuk Jakarta. Tapi banyak anak muda yang kurang paham atau mengerti sejarah atau pengembangannya," ujar Azis kepada Republika.co.id, Jumat.

photo
Ratusan peserta wisata edukasi kebaharian yang digelar Museum Bahari, berdiskusi tentang rencana pengembangan Taman Arkeologi Onrust. Para peserta dibuat kelompok-kelompok dan diwajibkan membuat perencanaan bagaimana cara mengembangkan Taman Arkeologi Onrust. (Karta Raharja Ucu/Republika)

Kegiatan tersebut pun, dijelaskan Azis, bukan hanya mengajak para peserta semata jalan-jalan. Namun peserta diajak berdiskusi dan menemukan diskusi bersama memecahkan masalah-masalah yang ada.

"Melalui projek ini kita ingin mengajak para peserta mengembangkan Pulau Onrust bersama-sama melalui mini workshop," kata Azis.

Taman Arkeologi Onrust meliputi tiga pulau, Pulau Cipir, Pulau Kelor, dan Pulau Onrust. Masing-masing pulau tersebut memiliki keterikatan sejarah yang kuat dalam perjalanan sejarah Indonesia. Di Pulau Kelor tersimpan peninggalan Belanda yakni Benteng Martello yang awalnya difungsikan sebagai benteng pertahanan. Benteng serupa juga ditemukan di Pulau Bidadari dan Pulau Onrust.

Sementara Pulau Onrust dan Pulau Cipir, tersimpan reruntuhan rumah sakit dan asrama haji yang berangkat di era 1900-an. Rumah sakit untuk jamaah haji itu dibangu Belanda pada 1911 untuk memeriksa dan mengkarantina jamaah haji yang dikhawatirkan membawa penyakit ketika baru pulang dari Tanah Suci.

Saat berbincang dengan Republika.co.id di tengah-tengah kegiatan, Novia, salah seorang panitia mengungkapkan, sebenarnya ada sekitar 300 orang yang mendaftar kegiatan tersebut secara online. Namun, mahasiswi jurusan arkelogi Universitas Indonesia (UI) itu menuturkan, panitia hanya memilih 100 peserta terbaik yang mampu memenuhi persyaratan saat sesi pendaftaran.

"Jadi para pembicaranya adalah praktisi cagar budaya, community development, museolog, arkeolog, sejarawan, serta profesional lainnya," ujar perempuan yang tinggal di wilayah Kota Tua Jakarta tersebut.

Usai mengikuti kegiatan, Zahran (19 tahun) mengungkapkan kegembiraannya bisa mengikuti acara tersebut. Menurut peserta yang menyukai sejarah sejak sekolah menengah atas tersebut, kegiatan di empat pulau berlangsung seru dan edukatif. Apalagi kegiatan setelah mengikuti wisata edukasi yang digelar Museum Bahari, ia mendapatkan tambahan informasi yang tidak bisa didapatkannya di internet.

"Apalagi pembimbing kami selama acara memang berlatar belakang sejarah. Ditambah ada pemateri yang merupakan arkeolog serta sejarawan, jadinya seru," ujar Zahran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement