REPUBLIKA.CO.ID, VIENNA — Sebuah studi menujukkan puasa intermiten dapat menjadi kunci dari penurunan berat badan yang sehat. Puasa selang-seling disebut mirip dengan rutinitas manusia gua yang berburu untuk mengumpulkan makanan.
Hasil uji coba memperlihatkan bahwa bobot orang yang tidak makan sama sekali selama 36 jam lalu bebas menyantap apa saja selama 12 jam terpantau turun beberapa kilogram dalam satu bulan. Namun, yang sangat penting adalah sistem kekebalan tubuh mereka tetap stabil, bahkan setelah enam bulan. Hal itu bertolak belakang dengan banyak diet yang bertujuan untuk membatasi asupan kalori secara konsisten setiap hari.
Para ilmuwan dari Universitas Graz di Austria mengatakan, kunci puasa intermiten atau alternate-day fasting (ADF) mungkin terletak pada kepatuhan dalam hal pola makan orang-orang di gua yang merupakan pemburu-pengumpul ribuan tahun lalu, ketika makanan tidak tersedia setiap hari. Namun, mereka memperingatkan bahwa mungkin tidak semua orang cocok dengan pola makan ini dan masih dibutuhkan studi lebih lanjut guna membuktikan keamanannya dalam jangka panjang.
Diterbitkan dalam jurnal Cell Metabolism, penelitian ini melibatkan 60 peserta. Mereka terbagi ke dalam kelompok puasa intermiten dan kelompok kontrol yang pesertanya diizinkan untuk makan apa pun yang mereka inginkan.
Kelompok peserta puasa intermiten diminta untuk mengisi buku harian makanan dan juga menjalani pemantauan glukosa terus-menerus untuk memastikan mereka tetap puasa. Para ilmuwan menemukan bahwa rata-rata para pelaku diet makan secara normal meski punya 12 jam bebas makan dalam jumlah yang tidak terbatas.
Secara keseluruhan, mereka mencapai pembatasan kalori rata-rata sekitar 35 persen dan kehilangan rata-rata 3,5 kg setelah menjalani program selama empat pekan.
"Mengapa pembatasan kalori dan puasa menyebabkan begitu banyak efek menguntungkan, belum sepenuhnya jelas, tetapi satu yang menguntungkan adalah orang-orang tidak perlu menghitung kalori makanan mereka dan bebas makan apapun selama satu hari,” kata Profesor Thomas Pieber, kepala endokrinologi di Medical University of Graz.