REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak kedua di dunia. Kanker kolorektal juga menjadi kanker terbanyak ketiga pada laki-laki maupun perempuan.
Ironisnya, kesadaran terhadap kanker kolorektal di tengah masyarakat belum begitu baik. Hal ini tercermin dari banyaknya pasien kanker kolorektal yang baru memeriksakan diri ke dokter ketika sudah memasuki stadium lanjut.
Padahal keterlambatan sangat mempengaruhi harapan hidup pasien kolorektal. "Sekitar 80 persen pasien kanker kolorektal datang pada stadium 4 atau pada stadium yang sudah tidak bisa dioperasi," terang spesialis bedah konsultan bedah digestif dari FKUI/RSCM Dr dr Toar JM Lalisang SpB KBD dalam diskusi kesehatan support group kanker bersama Cancer Information and Support Center (CISC) di RSCM, Jakarta.
Keterlambatan ini sebenarnya dapat dicegah melalui skrining. Skrining memungkinkan kanker kolorektal ditemukan sejak stadium dini, sehingga pasien dapat memiliki harapan hidup yang lebih baik.
"Kalau ditemukan masih sangat awal atau dini, harapan hidup setelah lima tahun ada 90 persen," lanjut Toar.
Skrining juga dapat menjadi salah satu upaya untuk mencegah kanker kolorektal. Seperti diketahui, kanker kolorektal bermula dari polip yang berada di dalam kolon maupun rektum. Polip di alam kolon ataupun rektum yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi kanker kolorektal di kemudian hari.
Skrining memungkinkan dokter untuk menemukan polip di dalam tubuh pasien. Dengan begitu, dokter bisa memberikan pengobatan sejak dini kepada pasien agar polip tersebut tidak berkembang menjadi kanker.
"Bagaimana kita mencegah lesi supaya tidak menjadi polip, dan bagaimana kalau ada polip bisa segera kita obati," tukas Toar.
Toar mengatakan ada berberapa cara untuk melakukan skrining kanker kolorektal. Beberapa di antaranya adalah tes uji darah samar feses, sigmoidoskoi fleksibel, dan kolonoskopi. Pemeriksaan colok dubur juga bisa dilakukan, khususnya pada pasien dengan keluhan buang air besar berdarah.
"Dengan colok dubur kita bisa tahu ini ambeien saja atau kanker," tambah Toar.
Skrining sangat disarankan bagi orang-orang yang memiliki faktor risiko kanker kolorektal, misalnya memiliki riwayat keluarga dengan kanker kolorektal. Selain itu, skrining standar juga perlu dilakukan oleh orang-orang berusia di atas 50 tahun, baik dengan risiko maupun tidak dengan risiko kanker kolorektal. Alasannya, risiko kanker kolorektal cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
"Di RSCM sendiri, penelitian menunjukkan bahwa di kita (Indonesia) kasus kolorektal di bawah usia 50 tahun ada 30 persen," tutur Toar.