Jumat 19 Jul 2019 13:23 WIB

Terpesona Berwisata di Pulau Kelapa Dua

Selain menyusuri hutan mangrove, pengunjung bisa melihat konservasi penyu.

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Endro Yuwanto
Gerbang dengan patung penyu di Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu.
Foto: Republika/Erik PP
Gerbang dengan patung penyu di Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra *)

Syaiful dan Cipto tiba-tiba terbangun. Keduanya tersentak ketika kapal cepat yang mereka tumpangi melayang karena menghantam gelombang ombak di perairan Laut Jawa, belum lama ini.

Cuaca yang tidak mendukung membuat mesin kapal sempat dimatikan sebentar. Kala itu, arah angin menuju selatan, sementara kapal berpenumpang sekitar 15 orang ini menuju ke utara. Sehingga perjalanan menjadi tersendat karena kapal kerap menghantam ombak setinggi dua meter.

 

Sudah satu jam 30 menit berlalu, namun keduanya bersama rombongan yang menaiki kapal carter belum juga sampai di tujuan. Harusnya, dengan kondisi normal perjalanan dari Dermaga Marina Ancol, Jakarta Utara, menuju Pulau Kepala Dua, Kabupaten Pulau Seribu waktu 90 menit sudah tiba di tujuan. Namun, perjalanan kali ini lebih lambat 30 menit.

"Nah, itu akhirnya sampai juga," kata Syaiful dengan perasaan lega sambil menunjuk dermaga apung yang tersambung dengan pos berbentuk rumah segi empat berukuran 2x2 meter ini.

Rombongan disambut dengan sajian es kelapa muda, yang langsung bisa menghilangan dahaga di tenggorokan. Sembari bersantai, angin kencang yang bertiup membuat hawa gerah khas pesisir menjadi tidak terasa.

"Wah, ada penyu. Jadi ini tempat pulau penangkaran penyu," kata Cipto menunjuk kiri dan kanan area penangkaran penyu di area pasir Pulau Kelapa Dua.

Beberapa orang dalam rombongan pun merekam pemandangan mengesankan tersebut. Adanya sajian es kelapa muda di tengah terik matahari dan pemandangan penyu menjadi sambutan sempurna bagi pengunjung yang masih terpesona dengan jernihnya air laut berpasir putih. Keindahannya benar-benar alami, seperti moto Wonderful Indonesia.

Belum hilang rasa takjub melihat pemandangan penangkaran penyu yang berenang ke sana ke mari, salah satu peserta rombongan, Marta yang mengangkat kaca matanya langsung mengambil kamera. "Cekrek, cekrek!"

Usai berjalan di jembatan kayu menghubungkan dermaga dan pintu masuk Pulau Kepala Dua sepanjang 15 meter, rombongan kembali berfoto di pintu masuk yang di atasnya terdapat patung penyu.

"Ini untuk menandakan bahwa pulau ini memang dikhususkan untuk area konservasi penyu," kata Bu Rima, pimpinan rombongan yang menjelaskan penyu hijau adalah jenis yang dikembangbiakkan.

Baru pertama menginjakkan kaki di pulau yang masuk Kabupaten Kepulauan Seribu ini, Syaiful tidak menyangka ada tempat wisata alam bagus tidak jauh dari Jakarta. Ditambah perjalanan laut yang menghadapi gelombang, ia merasa puas bisa berwisata di Pulau Kelapa Dua. "Ternyata ada pulau keren tak jauh dari Jakarta daratan," ucapnya.

Rombongan anak-anak muda ini mendatangi Pulau Kelapa Dua tidak hanya untuk berwisata, melainkan membawa misi sosial, yaitu ikut melestarikan hutan mangrove di area utara pulau seluas 1,9 hektare ini. Rombongan dibantu warga, siswa SD, petugas Taman Nasional Kepulauan Seribu, secara bersama menanam ratusan bibit mangrove.

photo
Menikmati makan siang di warung apung.

Personel polisi hutan Seksi Pengelola Taman Nasional (SPTN) Kepulauan Seribu, Ruslan mengatakan, penanaman mangrove selain untuk menahan abrasi, juga sebagai tempat berkembang biaknya moluska dan kepiting. Dengan semakin banyaknya ekosistem yang hidup di pantai Pulau Kelapa Dua, kelestarian lingkungan bisa tetap terjaga. "Yang ditanam juga mangrove jenis rhizophora stylosa yang jenisnya sangat kuat menahan ombak dan arus," kata Ruslan.

Ekowisata

Kepala SPTN Kepulauan Seribu, Errys Maart, mengatakan, sebenarnya Pulau Kepala Dua sangat berpotensi menjadi tujuan pariwisata yang digemari wisatawan lokal maupun asing. Selain menawarkan keindahan alam pantai, turis bisa juga menyusuri hutan mangrove melalui jembatan kayu yang representatif. Selain itu, Pulau Kelapa Dua memiliki keunggulan, yaitu menjadi area konservasi penyu.

Bagi wisatawan yang merasa lapar seusai berjalan-jalan, lanjut Errys, mereka bisa memesan di warung yang berada di area konservasi, dengan menu olahan ikan dan tanpa bahan pengawet. Konsep warung apung ini menghadap ke pantai sehingga wisatawan bisa menikmati pemandangan alam luar biasa ditemani embusan angin.

Menurut dia, warung yang dikelola warga lokal ini berusaha menerapkan ekowisata, dengan menghidangkan menu prasmanan dengan cita rasa Sulawesi. Mereka berusaha menghindari berbagai macam sampah agar kelestarian lingkungan tetap terjaga dan air laut terlihat bening. "Makanan disajikan tidak pakai botol plastik, dan juga tidak dibungkus. Justru jadi daya tarik wisatawan kelas menengah ke atas suka yang begini," ujar Errys.

Errys menuturkan, konsep pariwisata yang disusun di Pulau Kelapa Dua ke depannya menerapkan paket ramah lingkungan. Dengan rencana pengunjung datang dan pulang tanpa meninggalkan sampah. Ia melanjutkan, ekowisata hanya dapat berjalan berkelanjutan kalau masyarakat sekitar turut dilibatkan.

Pun wisatawan nantinya juga akan diajak untuk ikut memancing ikan, menanam mangrove maupun karang, alias paket lengkap sebagai bentuk pemberian pengalaman dalam berwisata. Sehingga sembari berwisata, pengunjung juga diajak untuk mengampanyekan kelestarian Pulau Kepala Dua.

"Ini semua sejalan dengan role model taman nasional. Karena di sini daerah konservasi jadi dibuat ramah lingkungan, itu juga kita kerja sama dan sosialisasikan kepada warga," ucap Errys.

Dia melanjutkan, sebenarnya kunjungan wisatawan sempat mencapai ribuan orang per bulan. Namun, angkanya turun drastis sejak terjadi tsunami di Pandeglang, Banten, yang berimbas ke Kepulauan Seribu. Errys meyakini, sosialisasi dan promosi lewat media sosial (medsos) setidaknya bisa kembali mempupolerkan tempat wisata ini.

Republika.co.id sempat menyusuri hutan mangrove yang mengitari Pulau Kepala Dua yang dipenuhi air laut bening. Hingga di bagian ujung, terdapat dua warung apung yang menyajikan menu olahan seafood racikan bumbu khas Bugis dengan harga terjangkau bagi pengunjung.

"Enak makan di sini, bisa makan sambil lihat pulau dan kaki diayun-ayunkan ke air," kata Syaiful sambil makan secara lesehan yang di bawahnya terdapat ikan kecil-kecil yang mendekat ke pinggir pantai.

Rombongan pun menutup sesi makan siang dengan berfoto bersama di warung apung yang di belakangnya merupakan hutan mangrove.

Hebatnya, warung apung didirikan menghadap ke utara, sehingga pengunjung bisa memandangi Pulau Panjang dengan jelas. Pulau Panjang yang terlihat dipenuhi pepohonan ini sempat ramai menyita perhatian publik karena akan dibangun bandara.

Berbeda dengan gugusan pulau di Kepulauan Seribu, Pulau Kelapa Dua ini dihuni oleh warga keturunan Suku Bugis. Rumah panggung menjadi identitas yang melekat dari warga yang nenek moyangnya, dahulu berlayar dari Sulawesi untuk berdagang dan merantau hingga anak-cucunya menetap di pulau ini.

Uniknya, Pulau Kelapa Dua yang dihuni ratusan kepala keluarga (KK) ini sudah diatur sedemikian rupa, sehingga area permukiman dan kawasan konservasi mangrove bisa saling terjaga. Tidak mengherankan, keindahan pulau ini dibuktikan dengan pernah dijadikannya lokasi syuting film 'Impian 1.000 Pulau' pada 2018.

Yang menjadi catatan, sinyal ponsel 4G tidak stabil sehingga wisatawan yang ingin mengunggah foto secepatnya untuk update status di medsos, menjadi terhambat.

Ketua RW 05 Pulau Kelapa Dua, Andi Aditya mengatakan, warga terdiri 128 KK dengan jumlah penduduk 490 jiwa, yang mayoritas sebagai nelayan. Karena masih menggunakan perahu tradisional, kata dia, mereka tergantung cuaca untuk bisa melaut. Kondisi itu tentu mempengaruhi pendapatan sehari-hari warganya.

Pihaknya saat ini mendorong beberapa rumah warga untuk dijadikan home stay agar para turis bisa menginap, tidak seperti selama ini yang datang pagi, sore langsung pulang. Dia meyakini, kalau sektor pariwisata hidup, kesejahteraan warga bisa meningkat.

"Kami berharap Pulau Kepala Dua dikembangkan menjadi daerah wisata. Kadang warga ada yang jadi guide wisatawan kalau akhir pekan. Ini menambah pendapatan,” kata Andi.

*) Wartawan Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement