Senin 15 Jul 2019 19:25 WIB

Tari Kolaborasi ASEAN Meriahkan Penutupan Jifolk

Tarian yang diberi judul Mahabagini tampil pada penutupan Jifolk

Rep: Ali Mansur/ Red: Christiyaningsih
Para penari dari dalam dan luar negeri turut memeriahkan Java International Folklore (Jifolk), Festival Sindoro-Sumbing di Temanggung, Jawa Tengah, Ahad (14/7) malam.
Foto: Dok Panitia
Para penari dari dalam dan luar negeri turut memeriahkan Java International Folklore (Jifolk), Festival Sindoro-Sumbing di Temanggung, Jawa Tengah, Ahad (14/7) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, TEMANGGUNG -- Tarian kontemporer kolaborasi penari dari 10 negara-negara ASEAN ikut meramaikan Festival Sindoro-Sumbing. Tarian yang diberi judul Mahabagini tampil pada penutupan Java International Folklore (Jifolk) di alun-alun Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Ahad (14/7).

Jifolk merupakan rangkaian daripada Festival Sindoro-Sumbing. Nama tarian Mahabagini diambil dari bahasa Sansekreta yang artinya adalah persaudaraan. Tarian tersebut mencoba memberikan pesan nilai-nilai persaudaraan di antara negara-negara ASEAN.

Baca Juga

Penampilan mereka mampu membuat masyarakat Temanggung yang memadati alun-alun terkesima. "Penampilannya sangat sempurna. Mereka sudah tampil sangat luar biasa dan menghibur kita," ujar Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud, Nadjamuddin Ramly, di alun-alun Temanggung pada Ahad (14/7) malam.

Puluhan penari profesional mengenakan pakaian khas negaranya masing-masing dan membawakan tarian asalnya. Tarian-tarian tersebut dikolaborasi menjadi sebuah bentuk baru yang memiliki pesan moral.

Sepanjang penampilan tari, para penonton tampak menikmati suguhan spesial dari ASEAN tersebut. Sesekali mereka memberikan tepuk tangan yang cukup meriah.

Dalam penutupan Jifolk ini, masyarakat tidak hanya disuguhkan oleh tarian kontemporer kolaborasi 10 negara ASEAN. Masyarakat juga dihibur tarian-tarian tradisional dari beberapa daerah lain di Indonesia. Setidaknya ada tujuh tarian tradisional yang tampil hingga tengah malam.

Di antaranya, tarian Topeng Ireng Perwira Rimba asal Temanggung, Gangsadewa asal Yogyakarta, Bangilun asal Temanggung, dan Lengger Calung asal Banyumas. Gelaran Jifolk berlangsung mulai tanggal 12-14 Juli.

Nadjamuddin mengatakan Festival Sindoro-Sumbing adalah kelanjutan dan perintah undang-undang nomor 5 tahun 2017. Dengan adanya festival ini diharapkan kebudayaan di Temanggung terus hidup dan berkembang tapi tetap menjaga keasliannya.

Karena itu, dia berharap pemerintah Kabupaten Temanggung dapat meningkatkan anggaran belanja untuk kebudayaan. Dengan demikian para pegiat dan penggiat kebudayaan dapat berkreasi lebih luas.

"Kalau Bupati mengundang komunitas-komunitas budaya memberikan penghiburan di Pendopo, Pak Bupati harus bayar mahal, kalau nggak isu itu akan menjadi dosa dunia dan akhirat," pinta Nadjamuddin.

Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq mengaku kagum dengan masyarakat Temanggung yang sangat mencintai tradisi kebudayaan. Dia yakin jika ada konser musik, penontonnya tidak seramai saat ada pentas kebudayaan. Ia menilai DNA masyarakat Temanggung sesungguhnya adalah DNA kebudayaan.

"Ini adalah event internasional pertama di Temanggung yang kita maksudkan sebagai upaya kita untuk bersama-sama belajar menyelenggarakan event yang bertaraf internasional," tutur Al Khadziq.

Ajang ini sekaligus sebagai sarana bagi para seniman budayawan di seluruh Kabupaten Temanggung untuk belajar dari para penampil daerah bahkan negara lain. Ia berharap ke depannya mutu penyelenggarakan event di Temanggung akan semakin baik.

"Semoga kehadiran penampil dari luar negeri bisa memberikan pengalaman baru kepada masyarakat Temanggung untuk tampil lebih baik lagi. Terima kasih saya ucapkan kepada para seniman para budayawan para tetua adat atas dampingannya selama ini," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement