REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancang bangun arsitektur pondok wisata di 10 destinasi pariwisata sudah memprioritaskan ketahanan terhadap gempa. Pernyataan ini diungkapkan Ketua Tim Percepatan Pengembangan Homestay Desa Wisata Kementerian Pariwisata Anneke Prasyanti.
"Ada titik-titik rawan bencana yang memang tidak boleh dibangun karena ketidakstabilan tanah atau jarak yang terlalu dekat dengan ombak," kata Anneke di Jakarta, Rabu (10/7). Anneke mengatakan pihaknya sudah menyosialisasikan perihal ini kepada pelaku pariwisata di daerah-daerah.
Menurut dia, arsitektur pondok wisata yang ada saat ini memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap gempa. Berdasarkan pengamatannya di Lombok yang beberapa waktu lalu terkena gempa, semua rumah arsitektur asli Indonesia sudah tahan gempa.
"Teman-teman di Lombok sudah paham itu. Data di Lombok, 560 orang meninggal dunia karena tertimpa tembok bata atau batako. Sementara itu, rumah Lombok yang asli terbuat dari papan itu aman. Itu 300 rumah totalnya," ujar Anneke.
Karena itu menurut Anneke arah pembangunan berikutnya yang paling dimungkinkan saat ini bersama PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) akan mengangkat lagi kearifan lokal. Bangunan dengan kearifan lokal ketahanannya lebih tinggi terhadap gempa.
"Kalau rumah panggung dan rumah kayu itu ikut bergoyang bersama gempa. Orang di dalamnya aman. Kayak Lalu Muhammad Zohri itu rumahnya aman. Kanan-kirinya hancur karena dia punya rumah kayu, yang lain pakai bata," ujarnya.
Menurut Anneke, arsitektur dengan kearifan lokal di Indonesia juga merupakan aset terbesar untuk kawasan Asia. Ini karena Indonesia merupakan negara yang terdiri dari bermacam-macam suku dan budaya.
Kemenpar menargetkan pembangunan 10 ribu kamar pondok wisata pada tahun ini. Saat ini kurang lebih sudah terealisasi sebanyak 4.776 kamar di seluruh Indonesia.