Menimbang pilihan investasi
Cermati.com – Punya dana tapi bingung mau investasi apa? Dalam berinvestasi, ada banyak hal yang harus diperhatikan biar untung. Awal tahun maupun tengah tahun biasanya waktu untuk mengevaluasi investasi.
Di pertengahan 2019 ini, sejumlah ekonom menyampaikan proyeksi investasi yang prospektif maupun yang kurang menguntungkan. Tapi kembali lagi, keputusan pilihan instrumen investasi itu ada di tangan masing-masing orang.
Namun, mempelajari seluk beluk instrumen investasi serta pergerakan faktor yang memengaruhinya tak boleh diabaikan bila ingin cuan dalam berinvestasi. Lalu, investasi apa yang bisa bikin untung atau justru malah buntung di pertengahan tahun ini?
Jangan gambling, Cermati.com telah merangkum dari perbincangan dengan tiga ekonom mengenai perkiraan instrumen investasi apa saja yang bakal moncer maupun yang kurang hoki di pertengahan tahun ini, yakni:
- Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual;
- Ekonom PT Bank Woori Saudara Tbk, Rully Nova;
- Ekonom Institute for Development on Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara.
Investasi Menguntungkan di Pertengahan 2019
Ilustrasi investasi untung
1. Saham
Instrumen investasi saham dinilai masih memiliki tren bagus sebagai pilihan investasi jangka pendek di pertengahan tahun ini. Sebab baik faktor dalam negeri maupun luar negeri menunjukkan sinyal yang baik di sektor investasi portofolio atau pasar keuangan.
Ekonom PT Bank central Asia Tbk, David Sumual, menilai faktor yang mendongkrak investasi di sektor ini adalah:
- Selesainya perang dagang antara Amerika Serikat dan China
- Masalah politik di Indonesia sudah membaik
- Membaiknya indikator ekonomi
- Perbaikan peringkat utang Indonesia dari Standard and Poor’s (S&P)
“(Investasi saham) Masih bagus, trennya masih menguat. Saham yang perbankan saya lihat cukup bagus, terkait sektornya itu sektor konsumsi dan perdagangan baik, retail cukup bagus, lalu sektor infrastruktur masih bagus juga karena pemerintah terus dorong pembangunan infrastruktur,” kata David.
Ekonom PT Bank Woori Saudara Tbk, Rully Nova, juga berpendapat sama bahwa investasi di instrumen di portofolio masih menjanjikan di paruh kedua 2019 ini. Faktor pendorong terbesarnya dari masuknya dana-dana asing (capital inflow) ke pasar modal Indonesia.
“Kalau kita lihat pilihan surat berharga Amerika tidak menarik dan dolarnya juga mulai melemah. Akhirnya investor cari instrumen yang lebih baik seperti di emerging market (negara berkembang) seperti di Indonesia. Jadi investasi di saham ke depannya masih prospektif,” kata Rully.
Ekonom Institute for Development on Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyampaikan hal senada bahwa investasi di pasar saham di pertengahan tahun ini masih menjanjikan.
“IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) berpeluang menembus level 6.400 dipicu oleh stabilitas politik pasca penetapan pemenang Presiden (Joko Widodo dan Wapres Ma’ruf Amin) dan berlanjutnya proyek infrastruktur,” kata Bhima.
Bhima menilai, saham-saham BUMN (Badan Usaha Milik Negara) khususnya di bidang konstruksi dan perbankan bisa jadi pilihan. Sebab mereka memmperoleh peningkatan keuntungan yang cukup baik.
2. Obligasi pemerintah
Begitu juga dengan instrumen investasi di obligasi atau surat berharga pemerintah (negara) di pertengahan 2019 ini juga masih memiliki prospek yang bagus.
“(Investasi di obligasi negara) masih positif, dan justru ini yang banyak diburu karena kebanyakan investor masih mengutamakan safety (keamanan dalam berinvestasi). Jadi, yang dianggap risikonya rendah kan obligasi pemerintah dan yield kompetitif,” ujar David Sumual.
Begitu juga Bhima yang berpendapat kendati tren bunga obligasi diperkirakan masih akan turun seiring rencana The Fed (Bank sentral Amerika Federal Reserve) turunkan bunga acuan yang disusul Bank Indonesia akan memangkas suku bunga, tapi instrumen investasi ini masih akan menarik.
“Karena ada dorongan dari pemerintah untuk memotong pajak atas bunga obligasi yang menarik investor,” tutur Bhima.
Baca Juga: Memahami Obligasi Negara Ritel ORI015, Investasi Bermodal Rp 1 Juta untuk Milenial
3. Reksa dana
Bagaimana dengan investasi di reksa dana? Ya, instrumen reksa dana juga masih prospektif di pertengahan tahun ini. Sebab masih faktor-faktor pendorongnya cukup bagus.
David Sumula berpendapat, reksa dana yang punya prospek bagus adalah sektor asuransi. “Ini karena memang ciri khas Indonesia, pemasarannya banyak produk unit link. Asset Under Management (AUM) besar, (untuk investasi) jangka pendek itu menarik,” jelasnya.
Bagi Rully, investasi di reksa dana juga masih menjanjikan di paruh kedua tahun ini. Menurut dia, masih ada ruang bagi instrumen investasi ini, baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang.
“Reksa dana pendapatan tetap, reksa dana yang ditempatkan di obligasi negara dan korporasi yang rating (utangnya) AAA, itu tetap menggiurkan,” ucap Rully.
Bhima juga berpendapat sama, seiring IHSG yang prospektif, maka reksa dana saham layak dikoleksi untuk menempatkan dana di instrumen investasi yang satu ini.
4. Properti
Pilihan investasi di properti di sisa tahun 2019 ini juga cukup menjanjikan. Khususnya untuk properti dengan kategori barang mewah, karena pemerintah telah menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) hunian mewah jadi 1% dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) hunian mewah 20% hanya dikenakan untuk rumah mewah yang harganya di atas Rp30 miliar.
“Properti kelas menengah atas (real estate) ini dodorong oleh insentif perpajakan rumah mewah yang digelontorkan pemerintah,” kata Bhima.
Baca Juga: Hore! Beli Rumah dan Apartemen Mewah Hanya Bayar PPh 1%
Investasi Kurang Menguntungkan di Pertengahan 2019
Ilustrasi investasi yang rugi
1. Obligasi swasta/korporasi
Kali ini, investasi obligasi swasta atau korporasi sepertinya belum bisa dijadikan koleksi untuk menempatkan dana investasi. Ketiga ekonom ternyata mengamini hal yang sama dalam pilihan investasi di sektor ini.
“Obligasi swasta likuiditasnya kurang. Penerbitannya jarang, jadi investor luar tidak tertarik,” kata David Sumual.
“Hati-hati terhadap obligasi swasta yang mengalami penurunan rating (peringkat) utang karena tekanan cukup besar, khususnya swasta di sektor pertambangan, manufaktur, dan perdagangan,” sebut Bhima.
“(Obligasi swasta) Kurang menarik. Karena ekspektasi suku bunga acuan BI masih tinggi dan likuiditas pasar kurang,” tutur Rully.
2. Emas
Bagaimana dengan investasi emas? Ternyata instrumen investasi logam mulia di pertengahan tahun ini ternyata biasa-biasa saja.
“Emas itu biasanya untuk lindung nilai investasi. Kalau pasar (keuangan) bergejolak, larinya ke investasi emas. Tapi kalau pasar keuangan lebih stabil, ya memang ada kenaikan harga emas, tapi tidak seagresif portofolio investasi lainnya. Jadi investasi emas ini kurang menarik karena pasar keuangan stabil,” jelas Rully.
3. Valas
Bagi yang demen main valuta asing (valas), cari untung dari selisih nilai tukar rupiah dan dolar AS, bagaimana prospeknya di tengah tahun ini?
“Valas saya lihat stabil saja, tidak ada pergerakan berarti. Bergerak di sekitar Rp14.200-an per dolar AS. Jadi instrumen yang kurang menarik karena stabil,” ucap David Sumual.
“Perkembangan nilai tukar terhadap dolar memang trennya masih akan melemah rupiahnya, karena defisit neraca perdagangan (RI) membuat rupiah sulit menguat. Tapi rupiah masih akan bergerak di kisaran Rp14.100-Rp14.500-an (stabil). Sulit (rupiah) bisa menguat lagi, karena masih (neraca perdagangan RI) masih defisit,” jelas Rully.
4. Deposito
Instrumen yang satu ini juga dinilai kurang menguntungkan sebagai pilihan investasi di pertengahan tahun 2019 ini. Menurut Bhima, karena adanya peluang penurunan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7-Day Repo Rate).
“(Investasi deposito) Kurang menarik karena tren bunga acuan berpotensi dipangkas 25-50 basis poin di semester kedua (2019),” ungkap Bhima.
Baca Juga: Panduan Mengajukan Aplikasi KTA Melalui Cermati.com