Ahad 30 Jun 2019 07:38 WIB

Anak Bertubuh Pendek Belum Tentu Stunting?

IDAI menilai penetapan stunting berdasar WHO tak selalu tepat.

Rep: Santi Sopia/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah warga mengikuti Kampanye Nasional Cegah Stunting di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (16/9). Kegiatan tersebut digelar dengan mengangkat tema
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Sejumlah warga mengikuti Kampanye Nasional Cegah Stunting di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (16/9). Kegiatan tersebut digelar dengan mengangkat tema

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stunting pada anak menjadi salah satu isu kesehatan utama di Indonesia. Akan tetapi Ketua IDAI, Ketua Umum DR.Dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K), FAAP., melihat penetapan status stunting ini kerap kali kurang tepat.

Dia menganggap stunting dinilai sebagai perawakan pendek dari barometer yang telah ditentukan, tetapi tidak melihat status gizi baik dan buruknya. Kurva yang menjadi acuan juga hanya dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Baca Juga

"Saya katakan ke istana (negara), kita buat kurva nasional. Kalau kita pakai kurva WHO, bangsa Jepang butuh 45 tahun dong mengejar. Kenapa kita harus pakai kurva WHO? Jerman Timur mengejar Jerman barat butuh 6 tahun. Korea juga. Dan kita 34 provinsi tidak ada yang sama tingginya," ujar dia di Jakarta.

Jadi Aman menanganggap perlu adanya peninjauan ulang. Ia mencontohkan Papua, misalnya yang mestinya memakai kurva tersendiri. Aman tidak sependapat dan pihaknya juga telah bicara dengan WHO.

Aman bahkan meyakini jika statistik yang dilaporkan saat ini mengenai stunting sebenarnya akan jauh menurun apabila diberlakukan kurva nasional. Dia menambahkan masalah malnutrisi yang sebenarnya perlu dibenahi terlebih dulu, tentu diutamakan terhadap yang berperawakan pendek.

"Ada pendek normal, pendek gemuk, tidak semua anak pendek stunting, dia juga bisa obesitas. Akhirnya kita katakan, ini isu sensitif, kita lihat nanti program pemerintah nanti bagaimana," katanya menambahkan.

Menurut Riskesdas 2018 angka stunting di Indonesia menurun menjadi 30,8 persen dari sekitar 37 persen pada tahun sebelumnya. Fokus IDAI saat ini termasuk menjalankan tujuan perkembangan berkelanjutan oembangunan The Sustainable Development Goals (SDGs).

Menurut Aman, yang paling susah adalah memastikan anak sehat dari sebelum lahir. IDAI berfokus pada 1.000 kehidupan pertama anak,baik dari segi nutrisi, stuntung, ASI, skrining bayi baru lahir, dan penyakit. IDAI juga fokus perlindungan anak dan remaja dari kekerasan dan diskriminasi sesuai UU 35 Tahun 2014.

"Dan kita juga janganlah merasa terlalu percaya diri, karena virus penyakit juga bisa menyerang kapan dan siapa saja," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement