Rabu 26 Jun 2019 10:24 WIB

Susahnya Berenang dengan Burkini di Prancis

Larangan burkini menyulitkan kaum ibu yang harus menemani anaknya berenang.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Indira Rezkisari
Wanita berenang menggunakan burkini.
Foto: EPA
Wanita berenang menggunakan burkini.

REPUBLIKA.CO.ID, GRENOBLE -- Sekelompok wanita Muslim di Prancis menentang kolam renang setempat yang melarang burkini. Diketahui kolam renang di Prancis adalah salah satu dari beberapa lokasi umum yang melarang burkini, yaitu jenis pakaian renang yang menutup seluruh tubuh dan rambut, biasanya dikenakan oleh wanita Muslim.

Dilansir dari The Independent, para wanita mengunjungi kolam renang Jean Bron di kota Grenoble untuk melakukan sebuah protes. Mereka berenang dan mandi dengan pakaian yang menutupi sebagian besar tubuh mereka, terlepas dari wajah, tangan, dan kaki mereka.

Baca Juga

Protes itu terinspirasi oleh aktivis hak-hak sipil Rosa Parks dan dijuluki seebagai "Operasi burkini". Protes diluncurkan oleh anggota kelompok Aliansi Warga Negara Grenoble bulan lalu sebagai cara memprotes apa yang mereka yakini sebagai hak mereka sebagai wanita.

Dalam halaman Facebook organisasi itu, terdapat unggahan yang menggambarkan tujuh wanita mengenakan burkini di kolam renang. Mereka bergabung dengan sebanyak 30 pendukung.

Momentum yang terekam dalam sebuah video itu menggambarkan para wanita protes sambil bernyanyi, bertepuk tangan, dan melantunkan suara di kolam renang.

Menurut kantor berita France Bleu, para pengunjuk rasa menghabiskan satu jam di kolam renang. Mereka kemudian diperiksa oleh polisi dan didenda 35 poundsterling atau sekitar Rp 563 ribu karena melanggar aturan kolam renang.

Aliansi Warga atau Citizen Alliance of Grenoble dalam Facebook menjelaskan protes itu adalah bagian dari kampanye yang diluncurkan pada Mei 2018 dengan petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 600 wanita Muslim. Mereka meminta Wali Kota Genoble, Éric Piolle untuk mereformasi peraturan yang mengatur kolam renang umum.

Seorang pendukung protes, Taous Hammouti, mengatakan banyak anak-anak perempuan Muslim dihukum sebagai akibat dari larangan tersebut. Sebab, ibu mereka tidak dapat mengakses kolam jika mereka mengenakan burkini.

Anggota partai kanan-tengah Prancis Partai Republik, Matthieu Chamussy, menanggapi protes tersebut. Dia menyerukan Piolle untuk mengambil tindakan.

“Islam politik bergerak maju selangkah demi selangkah dan penyebab perempuan surut. @EricPiolle, apa yang akan Anda lakukan?," ujarnya dalam cicitan Twitternya, usai protes.

Tindakan protes ini pun menuai respons di Twitter. Seorang pengguna, menuliskan ketika sebuah negara melanggar kebebasan dasar perempuan untuk berpakaian seperti yang mereka inginkan, dengan kedok nilai-nilai komunitas, maka pembangkangan sipil menjadi sah.

Akan tetapi, respons bersebrangan juga muncul. Yang lain mengkritik pemakaian burkini di kolam renang umum.

"#Burkini tidak memiliki tempat di Prancis di mana wanita setara dengan pria," tulis seorang pengguna.

"Sebagai mahasiswa Aljazair, saya pikir #burkini tidak memiliki tempat di Republik Prancis, dan komunitas Muslim harus menghormati hukum negara ini," tulis pengguna yang lain.

Pada 2010, Prancis melarang warga negara mengenakan segala bentuk penutup wajah di depan umum. Peraturan itu berarti secara efektif melarang niqab dan kerudung yang dikenakan oleh sebagian kecil perempuan Muslim yang hanya membuat mata terlihat.

Tahun lalu, larangan itu dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia dalam keputusan penting PBB. PBB mengatakan telah menguatkan dua pengaduan yang dibuat terhadap kebijakan pemerintah Prancis tentang mendenda perempuan karena mengenakan cadar setelah mereka memutuskan itu melanggar hak-hak individu mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement