Selasa 25 Jun 2019 07:57 WIB

Noken Raksasa Hingga Paralayang di Festival Lembah Baliem

Katanya belum ke Papua kalau belum menginjak Lembah Baliem.

Rep: Santi Sopia/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah warga dan anak-anak suku pedalaman Papua berkumpul untuk mengikuti acara Festival Budaya Lembah Baliem.
Foto: Antara
Sejumlah warga dan anak-anak suku pedalaman Papua berkumpul untuk mengikuti acara Festival Budaya Lembah Baliem.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah budaya bisa tidak lekang oleh waktu. Budaya merupakan warisan leluhur yang patut terlestari.

Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua melihat budaya sebagai kekayaan luar biasa. Oleh karenanya budaya diupayakan agar jangan sampai punah.

Baca Juga

Melalui salah satu festival tertua di Wamena, sebuah kota di Jayawijaya, Festival Lembah Baliem diharapkan membuat budaya yang ada terus diingat seiring dengan perkembangan zaman. Tidak dipungkiri jika masyarakat di sana tentunya juga sudah mengenal modernisasi.

"Jadi maaf ya, kalau anak zaman sekarang di sana mungkin juga sudah risih kalau harus lepas baju mengikuti leluhurnya dulu, tapi melalui festival ini mau tidak mau mereka harus ingat dan ikut melestarikan," ujar Naftali Rumbiak sebagai Kabid Destinasi dan Pemasaran Dinas Kebudayan dan Pariwisata Jayawijaya di Museum Nasional Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kali ini Festival Lembah Baliem memasuki edisi yang ke-30. Festival yang digelar 7-11 Agustus 2019 itu akan menyuguhkan keragaman budaya masyarakat di Wamena.

Salah satunya ada atraksi perang-perangan yang biasa dilakukan leluhur zaman dulu. Dulunya, warga di sana sering berperang, tapi sekarang sudah dialrang.

Naftali mengatakan karenanya perang itu dipresentasikan melalui festival sehingga menjadi atraksi penarik wisatawan. Hal yang spesial dari tahun ini adalah pemecahan rekor noken atau tas khas Papua raksasa dengan panjang 30 meter.

Selain itu, pengunjung bisa menikmati paralayang dengan ketinggian tertinggi di sana, 2.400 mdpl selama satu jam. Lalu melihat tradisi memasak menggunakan uap bakar batu dan tentunya ciri khas lainnya, seperti kuliner maupun pakaian.

Akan ada 40 distrik dengan seribu lebih partisipan pada festival. Berlokasi dengan jarak jangkau lebih dekat untuk pengunjung, akomodasi yang disediakan pun cukup komplit. Mulai dari penginapan hotel maupun kampung wisata. Tahun lalu, festival dikunjungi tidak kurang dari 3.000 wisatawan, 2.000 di antaranya turis dalam negeri. Diharapkan kunjungan kembali meningkat sebagaimana tahun-tahun sebelumnya yang juga selalu mengalami peningkatan.

"Kalau ke Papua belum injak Wamena itu jangan sombong saudara karena belum ke Papua, masih pinggir-pinggirnya berarti. Rugi kalau tidak datang melihat masyarakat asli sana," tambah Naftali.

Bupati Jayawijaya, John Richard Banua berharap Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya akan turut hadir. Menurut dia, selama 10 tahun dia menjabat sebagai wakil bupati, kepala tertinggi kementeriam pariwisata tidak pernah datanh. Padahal festival ini termasuk top 100 dalam destinasi Indonesia. "Makanya saat sekarang saya jadi Bupati, berharap Pak Menteri bisa hadir," tuturnya.

 

Bupati Jayawijaya juga menjamin keamanan maupun penambahan penerbangan jika diperlukan. Sejumlah maskapai sudah punya rute langsung ke Wamena. Tidak lupa, pemerintah juga menyediakan kendaraan gratis pulang pergi untuk wisatawan yang ingin menikmati danau Habema yang biasanya harus berbayar sekitar Rp 3,5 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement