Ahad 23 Jun 2019 10:35 WIB

Stigma Orang Depresi Halangi Penderita Dapat Dukungan

Publik masih melihat depresi sebagai aib dan bukan penyakit yang harus diobati.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Depresi. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Depresi. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Eka Viora mengatakan stigma yang beredar terhadap depresi menghalangi para penderitanya mendapatkan dukungan yang tepat. Publik masih melihat depresi sebagai aib dan bukan penyakit yang harus diobati. 

"Stigma tersebut menghambat orang dengan depresi untuk mencari dukungan yang mereka butuhkan untuk bisa menjalani kehidupan kembali secara normal," ujarnya saat di konferensi pers simposium regional Lundbeck, seperti dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Sabtu (22/6) malam.

Baca Juga

Eka menambahkan, depresi lebih sering dilihat sebagai aib daripada penyakit karena berkenaan dengan kesehatan mental, bukan fisik. Kini, ia bersama dengan rekan-rekannya sedang berusaha meningkatkan kesadaran bahwa depresi adalah penyakit sebagaimana penyakit lainnya.

Dia menjelaskan, orang dengan gangguan depresi bisa pulih sepenuhnya dan penderitanya juga seharusnya bisa tanpa ragu-ragu mencari dukungan dan pengobatan. 

Ketua Divisi Mood Disorder Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)  itu Margarita Maramis menambahkan stigma ini menyebabkan terjadinya diskriminasi terhadap para orang dengan depresi. Diskriminasi itu seperti asumsi bahwa penderita tidak mau bersosialisasi, tidak bisa dipercaya, dan membuat canggung keadaan. 

"Akibatnya adalah sebagian dari orang dengan depresi kemudian menjauhkan diri dan menghindari hubungan yang terlalu pribadi dengan orang lain, hingga berhenti bekerja atau berhenti sekolah," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Profesor Klinis & Konsultan Psikiater dari Kanada  Pratap Chokka menyampaikan hasil penelitian terbarunya (AtWoRC) yang mengamati gejala kognitif pada depresi. Temuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa gejala kognitif pada depresi secara signifikan berkontribusi terhadap penurunan produktivitas kerja atau gangguan fungsi dalam kegiatan sehari-hari.

Misalnya, gangguan konsentrasi, kesulitan dalam mempertahankan fokus, pelupa, lambat dalam menanggapi percakapan atau mengelola tugas sehari-hari. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement