Ahad 23 Jun 2019 08:36 WIB

Tak Sekadar Angka, Kualitas Wisatawan Mancanegara Penting

ICPI meminta pemerintah inovatif agar wisatawan mancanegara tingkatkan devisa RI

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Hasanul Rizqa
Wisatawan asing (ilustrasi)
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Wisatawan asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) menyoroti persoalan terkini terkait sektor pariwisata di Tanah Air. Menurut Ketua ICPI Azril Azahari, pemerintah tak bisa sekadar menargetkan angka kunjungan wisatawan mancanegara. Sebab, bila hanya berkutat soal angka kunjungan, belum tentu berbanding lurus dengan pendapatan devisa.

Menurut dia, inti dari keinginan semua pihak adalah mendatangkan sebanyak-banyaknya wisatawan yang gemar melakukan konsumsi di Indonesia.

Baca Juga

Dia mengakui, salah satu fokus pemerintah dalam beberapa bulan ke depan ialaha optimalisasi potensi border tourism atau turis dari negara-negara tetangga. Bagaimanapun, strategi itu dinilainya hanya dapat membantu peningkatan sektor pariwisata dalam jangka pendek. Apalagi, manfaat devisa yang bisa diraup belum tentu besar.

"Pemahaman saya, yang penting bukan jumlah wisatawan, tapi berapa banyak dia menghabiskan waktu di Indonesia. Membelanjakan uang. Buat apa banyak turis tapi backpacker," kata Azril kepada Republika.co.id, Ahad (23/6).

Azril menekankan, semakin lama turis berwisata di Indoneisa semakin baik pula dampak yang dirasakan masyarakat sekitar. Pariwisata menjadi tak berarti ketika masyarakat di sekitar destinasi wisata tak menikmati hasil dari kunjungan.

Di sisi lain, ia menilai pembangunan pariwisata saat ini kurang menekankan filosofi dasar pariwisata itu sendiri. Menurutnya, pemerintah sebatas menjual keindahan alam yang dimiliki Indonesia. Itu terlihat dari pola pembangunan '10 Bali Baru." Padahal, kata Azril, tren global berwisata sekarang telah bergeser ke hal-hal yang bersifat kebudayaan.

"Ada nilai keunikan dan otentik suatu destinasi yang lebih dicari wisatawan saat ini. Bukan hanya mencari keindahan alam. Tidak bisa. Pembangunan pariwisata harus mengarah ke hal-hal yang menarik wisatawan untuk menjadi seperti bagian dari masyarakat lokal. Disitulah daya tarik wisata saat ini," kata Azril.

Dengan cara tersebut, Azril meyakini, lama waktu kunjung wisatawan mancanegara dapat lebih lama. Sebab, kata Azril, wisatawan bakal tertarik untuk mempelajari budaya Indonesia dan pada saat yang bersamaan konsumsi terus berjalan. "Jadi kita harus membuat pengalaman yang bernilai. Bukan hanya melihat alam lalu pulang," ujarnya.

Untuk mendukung lama tinggal wisatawan, Pakar Pariwisata dari Universitas Andalas, Sari Lenggoneni menambahkan, keberadaan homestay dapat menjadi unsur pendukung dari tren minat wisata saat ini. Kecenderungan wisatawan mancanegara yang ingin merasakan seperti menjadi masyarakat lokal dapat difasilitasi dengan adanya homestay yang berdiri di destinasi desa wisata.

Hanya saja, ia mengatakan, pemerintah perlu segera membuat standardisasi dan regulasi untuk pengembangan homestay ke depan. Hal itu agar tidak terjadi tumpang-tindih antara homestay dengan bisnis perhotelan yang tentu bakal saling berebut pasar. Ia tak menampik bahwa wisatawan mancanegara milenial saat ini cenderung memilih homestay ketimbang hotel.

Ketua Tim Percepatan Pengembangan Homestay Desa Wisata Kemenpar, Anneke Prasyanti, menjelaskan, Kemenpar menargetkan terbentuknya 10 ribu hamar homestay di 2.000 desa wisata. Hanya saja, untuk saat ini definisi dari homestay itu sendiri belum diresmikan sehingga regulasi belum dapat dibuat. Di sisi lain, pengelolaan homestay oleh komunitas masyarakat di desa wisata belum sebaik yang diharapkan sehingga edukasi dan sosialisasi masih harus terus dilakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement