Senin 17 Jun 2019 15:45 WIB

Kisah Pelancong Berwisata ke Setu Babakan

Akhir pekan setelah Lebaran dimanfaatkan pelancong berwisata ke Setu Babakan

Sejumlah wisatawan mengantre menaiki perahu bebek di Setu Babakan, Jakarta, Ahad (9/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah wisatawan mengantre menaiki perahu bebek di Setu Babakan, Jakarta, Ahad (9/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhir pekan kedua setelah Lebaran dimanfaatkan Dian Pertiwi melancong ke salah satu objek wisata budaya di Jakarta bernama Perkampungan Budaya Betawi. Dian Pertiwi merupakan warga Jakarta keturunan Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.

"Tadi naik Transjakarta mini jurusan Blok M-Cipendak, ongkosnya cuma Rp3.500. Tadi bilang sama kernetnya mau turun di Kampung Betawi Setu Babakan, begitu," kata Wiwiek, sapaan Dian Pertiwi.

Baca Juga

Perkampungan Budaya Betawi adalah suatu kawasan di Jagakarsa, Jakarta Selatan tepatnya di area Setu Babakan. Kawasan ini buka dari pukul 07.00 WIB sampai 18.00 WIB.

Perkampungan ini terkenal dengan komunitas Betawi yang ditumbuh kembangkan oleh budaya bercirikan Betawi meliputi kesenian, adat istiadat, folklor, sastra, kuliner, pakaian, serta arsitektur.

Wiwiek sebenarnya hanya tahu sedikit informasi soal perkampungan ini lewat sosial media. Dengan berjalan kaki, Wiwiek tak sedikit pun lelah menyusuri satu persatu tempat yang tertera di pamflet yang dibagi-bagikan gratis di lobi gedung utama perkampungan budaya Betawi di Zona A. Padahal usia Wiwiek kini sudah kepala lima.

Bayangkan, luasnya area perkampungan sekitar 289 hektare yang dibagi menjadi empat zona. Zona A, zona B (pengembangan), zona C (pulau buatan), dan zona embrio itu dijelajahinya satu persatu.

Ia sangat menyayangkan belum adanya fasilitas kendaraan umum yang dapat dipergunakan untuk berkeliling lokasi. "Tadinya saya lihat ada semacam odong-odong gitu terus saya naik, tidak tahunya itu rombongan arisan. Karena malu saya pun turun," ujarnya.

Zona A sebagai zona utama perkampungan terdiri dari area gedung utama, museum tekstil dan arsitektur betawi, serta gelanggang terbuka. Di Zona A banyak sekali berjejer pengunjung yang tampak antusias menonton pagelaran tari topeng yang ditampilkan sanggar tari topeng Setia Warga.

Usut punya usut, pengunjung katanya bisa melihat beragam kesenian budaya Betawi yang diagendakan rutin pada akhir pekan (Sabtu-Ahad) di setiap bulannya. "Jadi bukan cuma Tari Topeng saja ya?" tanya Wiwiek pada Roni, salah seorang staf Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi (UPK PBB) yang ditemuinya di area gedung utama.

"Selain topeng Betawi, ada juga penampilan gambang kromong, Lenong, dan Komedi Betawi yang kita tampilkan dari pukul 14.00 WIB sampai tutup pengunjung pukul 18.00 WIB," jawab Roni.

Menurut Roni, setiap pekan sanggar kesenian Betawi yang ditampilkan berganti-gantian untuk memberi kesempatan unjuk gigi pada setiap sanggar di seluruh wilayah provinsi DKI Jakarta. Roni mengatakan kebijakan tersebut diterapkan karena pengelolaan perkampungan budaya betawi berada di bawah instruksi pemerintah provinsi DKI Jakarta, bukan hanya Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Pengelolaan perkampungan budaya Betawi merupakan tanggung jawab UPK PBB sejak Januari 2015 yang artinya baru berjalan selama empat tahun. "Dulu pengelola yang lama terdiri dari 14 orang saja, mereka adalah tokoh Betawi yang diangkat Gubernur Sutiyoso sebagai penanggung jawab kawasan perkampungan budaya betawi hingga tahun 2014," ujar Roni.

Roni menambahkan keempat belas orang tersebut sampai sekarang masih aktif sebagai dewan pengawas dengan nama baru yakni Forum Pengkajian dan Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi. Pemimpinnya adalah seorang purnawirawan TNI bernama Abdul Syukur.

"Selain zona A, ada juga zona embrio meliputi wilayah perkampungan betawi, Setu Babakan, dan Setu Mangga Bolong," ujar Roni. Di sana bisa ditemui ragam aktivitas keseharian masyarakat Betawi seperti berdagang, bertani, menjala, dan memancing.

Kami pun sempat bertemu dengan salah seorang pemancing setempat bernama Saudi yang tengah asik memancing di Setu Babakan. Menurut Saudi, memancing di Setu Babakan sangat ekonomis karena tidak dipungut biaya sepeserpun.

"Ya, ikannya gratis mau dibawa pulang juga boleh. Kita cuma modal umpan dan pancingannya saja," ujar Saudi. Tampak Saudi sumringah karena hari itu ia sudah menangkap seekor lele. Lele itu ia masukkan ke dalam baskom.

Selain pemancing, Wiwiek juga sempat mampir ke warung pedagang sekitar Setu Babakan dan mencicipi jajanan khas Betawi, Kue Dongal. Menurut Wiwiek rasanya seperti jajanan gulo gulo tareh di Sumatera Barat.

Selain Kue Dongal, ada juga bir pletok, kue sagon, dan lain-lainnya. Kisaran harga jajanan tersebut antara Rp 15 ribu sampai Rp 35 ribu.

Selain wisata budaya dan wisata kuliner, pemerintah provinsi Jakarta tampaknya juga akan mengembangkan potensi wisata lainnya untuk perkampungan budaya betawi Setu Babakan. Hal ini tercermin dengan dibangunnya Zona B (pengembangan) dan Zona C (pulau buatan).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement