REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNG KIDUL -- Omzet penjualan makanan khas tiwul dan gatot di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada libur Lebaran 2019 mengalami kenaikan. Kenaikan omzet mencapai hingga tiga kali lipat dibandingkan hari-hari biasa.
"Pada hari biasa rata-rata hanya 20 sampai 30 bungkus. Untuk hari libur akhir pekan rata-rata 50 sampai 60 bungkus. Saat libur Lebaran bisa mencapai 150 bungkus," kata pemilik toko oleh-oleh, Agus Lambang Kristianto di Gunung Kidul, Sabtu (8/6).
Tiwul manis yang awalnya hanya memiliki rasa gula jawa dibuatnya memiliki berbagai rasa yang berbeda. Mulai dari rasa keju, nangka, pandan, dan bahkan tiwul rasa cokelat. Selain itu, pemudik juga membeli tiwul instan yang bisa dibuat di rumah saat kembali ke kota.
"Selain wisatawan, pemudik juga ingin bernostalgia dengan makanan tradisional seperti tiwul dan gatot," ungkapnya.
Menurutnya, setiap libur nasional seperti Lebaran dan Natal, makanan khas Gunung Kidul yakni tiwul dan gatot pasti laris. Hal ini karena para pembeli ingin mengingat masa kecil di kampung halaman. "Tiwul dan gatot menjadi salah satu incaran pemudik untuk bernostalgia dengan makanan tradisional," ujar Agus.
Pemilik Tiwul Yu Tum, Slamet Riyadi, mengatakan dalam waktu dua hari peningkatan penjualan tiwul mencapai 75 persen dibandingkan hari-hari biasa. Ia menyebut pemudik paling banyak membeli gatot dan tiwul.
"Tahun lalu kami dapat sekitar Rp 20 juta tapi perlu waktu tiga atau empat hari," ucapnya.
Larisnya tiwul dan gatot membuat Slamet kekurangan stok untuk gatot dan thiwul instan lantaran kekurangan bahan baku. Menurutnya hasil panen singkong di Kabupaten Gunung Kidul tidak banyak.
"Daerah lain saja biasanya ambil, kami tidak ambil singkong dari luar daerah untuk membuat gatot dan tiwul," katanya.
Salah seorang warga Semarang Endah Purnawati mengaku sudah sejak puluhan tahun meninggalkan kampung halamannya dan tinggal di Jalan Indraprasta, Semarang. Setiap tahun dirinya menyempatkan mudik. Selain bersilaturahim dengan keluarga di Gunung Kidul, ia ingin mengenang memori saat masa kecil dengan makanan tradisional yang dulu hampir setiap hari dikonsumsi.
"Waktu kecil saya biasa makan tiwul. Tetapi sejak tidak tinggal di sini menjadi jarang karena sulit untuk ditemui di sana," kata Endah seusai membeli tiwul di toko oleh-oleh Pak Lambang di Jalan Baron Wonosari.