REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat liburan, orang biasanya tak terlalu menjaga makanannya. Apa saja dimakan asal bisa membuat kenyang. Hal ini bisa memicu masalah pencernaan, salah satunya diare akut atau gastoenteritis.
"Diare akut adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi secara tiba-tiba akibat kandungan air didalam air tinja melebihi normal (10 mg/kg/hari), menyebabkan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari tiga kali sehari," jelas dr Felix Samuel, Kepala Unit Emergency RSPI-Pondok Indah.
Felix menjelaskan, peningkatan kandungan air dalam tinja terjadi akibat ketidakseimbangan fungsi usus halus dan usus besar dalam memproses substrat organik dan air. Diare akut umumnya berlangsung sampai dengan tujuh hari dan biasanya sembuh dengan sendirinya.
Penyebab diare akut, menurut Felix, adalah infeksi usus atau infeksi ekstra usus. Selain karena keracunan makanan, diare juga bisa karena alergi makanan misalnya alergi protein susu sapi, alergi protein kedelai, atau gabungan dari beberapa pemicu.
Selain itu, diare juga bisa disebabkan oleh kelainan proses cerna atau absorpsi yang merupakan dampak dari kekurangan enzim sukrase atau isomaltase dan hipolaktase. Diare juga bisa muncul akibat konsumsi obat-obatan jenis antibiotik dan lainnya.
Di samping itu, logam berat yang tertelan seperti Co dan zn juga menyebabkan diare. Diare juga bisa terjadi karena defisiensi niasin.
Gejala diare bisanya ditunjukkan dengan buang air besar cair dengan atau tanpa disertai darah. Saat diare, orang juga cenderung mual, muntah, nyeri perut atau kram perut, dan demam.
Untuk menangani diare pada anak, mulailah dengan rehidrasi, yakni memberikan cairan juga makanan. Ingatlah bahwa tubuh kecilnya membutuhkan kalori atau energi untuk mengatasi infeksi. Suplementasi zink juga dapat diberikan.
"Dokter akan memberikan antibiotik hanya bila diperlukan," kata Felix.