REPUBLIKA.CO.ID, ATAMBUA -- Ketika mendengar kata padang sabana, daerah mana yang terlintas? Saat wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) disebutkan, destinasi apa yang menjadi rujukan?
Kebanyakan orang saat mendengar sabana akan merujuk ke Bromo atau Baluran, Jawa Timur. Sedangkan untuk NTT tentu saja Pulau Komodo menjadi tempat yang paling terngiang di kepala.
Tapi, bagaimana kalau menggabungkan antara padang sabana dengan NTT? Itu bukan tidak mungkin ketika mampir ke Fulan Fehan di Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu.
Lembah ini berada di Desa Dirun sekitar 26 kilometer dari Atambua, ibu kota Kabupaten Belu. Jalur hanya bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi menyusuri jalur Sabuk Merah, atau kendaraan bak terbuka yang membutuhkan waktu lama untuk menunggu dan mencarinya.
"Memang baru dikembangkan menjadi tempat wisata. Tapi, sudah dilirik banyak orang," ujar Camat Lamaknen Selatan Wendy Meak.
Hembusan angin kencang di dataran tinggi ini membuat suhu udara cukup dingin. Meski begitu, kondisi ini tidak bisa menghalangi dari mata yang bisa menikmati hamparan luas sabana dengan pemandangan Gunung Lakaan.
Lebih lagi, pemandangan dari tempat ketinggian menjadi tempat berfoto yang tidak biasa. Pemandangan hijau di bagian bawah lembah dapat terlihat jelas, dengan samar-samar di ujung pandangan terdapat hamparan lautan.
Hal yang spesial dari sabana di Fulan Fehan ketika bisa melihat aktivitas kuda hidup bebas secara liar. Hewan tersebut sangat mudah ditemukan di sana, berbaur dengan sapi-sapi di pinggir danau alami.
Mereka hidup bebas di Fulan Fehan, berlari, tidur, atau sekadar makan dan minum. Keberadaan kuda liar ini menambah nuansa alami yang belum terjamah, karena memang belum banyak wisatawan yang mengetahui tempat ini.
Tapi, bagi pengunjung yang datang perlu berhati-hati ketika berjalan. Sebab, risiko dari suguhan kehidupan kuda liar membuat tanahnya pun dipenuhi dengan kotoran kuda yang berserakan di mana-mana.