Rabu 15 May 2019 17:43 WIB

Street Food Bung Karno Mataram, Simbol Bangkit Pascagempa

Street Food Bung Karno berdiri di tengah pariwisata NTB yang belum pulih pascagempa

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Christiyaningsih
Street Food Bung Karno di Kota Mataram, NTB.
Foto: Republika/M. Nursyamsi
Street Food Bung Karno di Kota Mataram, NTB.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Momen berbuka puasa menjadi sesuatu yang dinantikan umat Islam. Sejumlah tempat kuliner di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), tak ingin ketinggalan menawarkan menu hidangan berbuka. Seperti yang dilakukan Street Food Bung Karno.

Sesuai namanya, kafe di Jalan Bung Karno Kota Mataram ini tampil dengan konsep 'jalanan' lantaran letaknya yang benar-benar di pinggir jalan. Meski hanya berada di pinggir jalan, kafe ini memiliki gaya yang santai dan cocok untuk nongkrong anak-anak muda di Lombok. Letaknya sangat strategis karena berada di pusat Kota Mataram dan berhadapan langsung dengan Hotel Lombok Garden.

Baca Juga

Street Food Bung Karno memiliki menu makanan dan minuman yang bervariasi. Mulai dari aneka nasi goreng, seafood, pizza, pasta, dimsum, hingga aneka kopi nusantara. Selama Ramadhan, Street Food Bung Karno memiliki dua menu istimewa yakni nasi mandhi dan ximilu.

Salah satu pemilik Street Food Bung Karno, Asrianti Mustari, menuturkan awal mula berdirinya tempat makan tersebut. Sebelum membuka Food Street Bung Karno, Tari sudah memiliki usaha kafe bernama Lombok Box Container di  Pantai Senggigi, Kabupaten Lombok Barat. Lombok Box Container sudah berjalan tiga tahun.

Awalnya, Lombok Box Container merupakan waralaba dari sebuah kafe di Mataram hingga akhirnya Tari memutuskan untuk mengelola sendiri. Ia bercerita Lombok Box Container sedang dalam masa keemasan sebagai sebuah kafe.

Hal ini tak lepas dari citra Lombok sebagai destinasi wisata yang sedang naik daun. Namun bencana gempa yang melanda Lombok pada pertengahan 2018 membuat usahanya kembali ke titik nol.

Para wisatawan di Senggigi yang biasanya menghabiskan malam di Lombok Box Container pun tiada lagi. Kalaupun ada, tentu tidak dalam jumlah banyak.

"Senggigi dan Lombok pada umumnya kan lagi naik-naiknya. Baru dua tahun (wisata Lombok) booming dan tiba-tiba gempa. Ketika gempa itu juga sedang banyak tamu wisatawan dan langsung terasa banget dampaknya," ucap Tari.

Tari menyebut kondisi pariwisata Senggigi saat ini dalam masa sulit. Karyawannya yang dahulu mencapai 28 orang kini tinggal 10 orang. Sebelum gempa, jumlah pengunjung Lombok Box bisa mencapai 150 orang. Angka yang sulit dicapai untuk saat ini.

Fokus Tari pascagempa ialah membuat Lombok Box tetap bertahan sembari berharap sektor pariwisata Senggigi kembali pulih. "Bagaimana caranya biar kita bertahan dulu, tidak tutup karena sayang juga orang-orang sudah banyak tahu (Lombok Box Container)," kata Tari.

Sembari menunggu sektor pariwisata Senggigi pulih, Tari memutuskan membuka cabang di Mataram bernama Street Food Bung Karno bersama seorang rekannya, Nora Aziz. Sebagai pemula, Tari mengaku agak sulit membuka usaha seorang diri di tengah kondisi pariwisata Lombok yang belum sepenuhnya pulih.

Pilihan bekerja sama dengan temannya dinilai sedikit meringankan dari sisi pendanaan hingga operasional usaha. Meski baru berjalan tiga bulan, Street Food Bung Karno mampu memikat anak-anak muda di Mataram untuk singgah.

Kafe dengan kapasitas hingga 50 pengunjung ini buka mulai pukul 16.00 WITA hingga 24.00 WITA. Tari dan Nora berharap usahanya memberikan warna baru dan alternatif kuliner bagi sektor pariwisata di Lombok. Keduanya juga sepakat tidak menjajakan minuman beralkohol di Street Food Bung Karno, sejalan dengan branding wisata halal yang digencarkan pariwisata Lombok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement