REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Masa kecil kurang bahagia bisa memberikan efek jangka panjang terhadap kesehatan mental saat dewasa. Terutama, akibat paparan berulang faktor stres seperti kemiskinan, keluarga yang tidak stabil, dan pelecehan seksual.
Studi yang semula melibatkan eksperimen terhadap hewan itu mengungkap efek dari kondisi sulit pada awal kehidupan. Akibatnya adalah perubahan pada epigenome, senyawa kimia yang mengendalikan fungsi gen dan ekspresi DNA.
Penelitian mengungkap adanya perbedaan tingkat metilasi DNA atau modifikasi kimia oleh aksi molekul yang menstimulasi gen. Ada perbedaan signifikan antara individu dengan pengalaman serta situasi sulit pada tahun-tahun pertama hidupnya.
Riset digagas para peneliti dari Rumah Sakit Umum Massachusetts (MGH) dan telah terbit di jurnal Biological Psychiatry. Usai eksperimen dengan satwa, studi juga menganalisis data subkelompok dari lebih dari 1.000 pasang ibu dan anak Inggris.
Tim menghimpun data dari orang tua mengenai informasi tentang kesehatan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai usia tujuh tahun. Secara umum, faktor stres yang dialami sebelum usia tiga tahun memiliki dampak lebih besar terhadap buruknya kesehatan mental.
Rentang waktu tersebut dibandingkan faktor stres yang dialami antara usia tiga sampai lima tahun serta lima sampai tujuh tahun. Lingkungan tempat tinggal di wilayah kumuh memiliki dampak terbesar terhadap deretan penyebab lainnya.
Kondisi lain yang turut berpengaruh yaitu kemiskinan, pelecehan seksual, kekerasan fisik, atau tumbuh hanya bersama orang tua tunggal. Penulis studi, Erin Dunn dari Unit Genetika Psikiatri dan Neurodevelopmental di MGH, menyoroti sederet masalah itu.
"Temuan ini menunjukkan tiga tahun pertama kehidupan dapat menjadi periode yang sangat penting untuk membentuk proses biologis yang pada akhirnya memengaruhi kondisi kesehatan mental," kata Dunn dikutip dari laman Malay Mail.
Bukan hanya peristiwa buruk yang dialami anak usia dini, masa kecil kurang bahagia di rentang usia selanjutnya juga memiliki konsekuensi serius. Dunn mengharapkan adanya tindak lanjut replikasi dengan riset oleh peneliti lain.
Dengan begitu, akan ada dukungan data mengenai kaitan antara perubahan pola metilasi DNA dengan masalah kesehatan mental. Menurut dia, cara itu dapat membuat setiap orang memahami hubungan antara kesulitan masa kecil dan kondisi mentalnya saat dewasa.