REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Operator drone di Inggris tak bisa lagi mengoperasikan perangkatnya dengan cuma-cuma. Tak lama lagi mereka harus membayar biaya tahunan sebesar 16,5 poundsterling atau setara dengan Rp 307 ribu. Pengaturan ini berada di bawah rencana untuk memperkenalkan skema pendaftaran baru di Inggris.
Mulai akhir November, operator drone atau pesawat model dengan berat antara 250 gram dan 20 kilogram akan secara hukum diminta untuk mendaftar ke Otoritas Penerbangan Sipil (CAA). Sistem pendaftaran daring baru sedang dikembangkan menjelang peluncuran yang direncanakan pada Oktober. Dikutip dari Independent, CAA sekarang berkonsultasi mengenai biaya pendaftaran untuk membantu menutupi pembiayaan.
Dalam rencana itu, hanya yang sudah berusia 18 tahun ke atas yang dapat bergabung dalam skema dengan pendaftaran berlaku untuk operator daripada drone. Setelah terdaftar, setiap operator akan menerima kode unik yang harus diterapkan ke semua drone yang menjadi tanggung jawabnya. Semua selebaran drone juga secara hukum akan diminta untuk menyelesaikan tes keamanan gratis secara daring mulai November.
Regulator penerbangan memperkirakan 170 ribu operator akan bergabung dengan register baru dalam 18 bulan pertama. CAA mengatakan pelanggaran mematuhi aturan dapat menyebabkan denda 1.000 pound.
Pemerintah telah menyediakan dana untuk skema tersebut sampai Oktober. Setelah itu CAA perlu mengganti biaya operasional. Usulan biaya tahunan 16,5 pound per operator didasarkan pada skema serupa di Amerika Serikat dan Irlandia dan pada penelitian penggunaan drone.
CAA mengatakan tingkat biaya akan ditinjau setelah diperkenalkan, dengan perubahan apapun yang diterapkan mulai April 2021. Kampanye akan dilakukan untuk memberi tahu pemilik drone akan persyaratan hukum baru. Pendaftaran akan terpisah dari biaya CAA yang ada untuk izin operasi komersial.
Pengenalan skema pendaftaran baru ini diterapkan menyusul adanya kekacauan perjalanan di Bandara Gatwick yang dipicu sejumlah penampakan drone menjelang Natal. Bandara tersibuk kedua di Inggris itu terpaksa ditutup selama 33 jam dan mengganggu perjalanan 140 ribu penumpang.