Jumat 26 Apr 2019 14:12 WIB

Imunisasi, Hindari Anak dari Kecacatan dan Meninggal Dunia

Masih ada 19 juta anak di dunia yang tidak divaksinasi atau belum divaksin lengkap.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Siswa mendapatkan suntikan imunisasi Tetanus saat Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di SDN-1 Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Senin (16/10). Penyuntikan imunisasi TD (Tetanus Toxoid) dan DT (Difteri Tetanus) program BIAS Kementerian Kesehatan.
Foto: Antara
Siswa mendapatkan suntikan imunisasi Tetanus saat Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di SDN-1 Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Senin (16/10). Penyuntikan imunisasi TD (Tetanus Toxoid) dan DT (Difteri Tetanus) program BIAS Kementerian Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Imunisasi masih menjadi pro kontra di Indonesia juga di negara lainnya. Masih ada orang tua yang tidak mau memberikan imunisasi pada anaknya. Tak heran bila capaian imunisasi di Indonesia angkanya masih jauh dari menggembirakan.

Padahal menurut data dari website Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tentang Seputar Pekan Imunisasi Dunia 2018, imunisasi telah menyelamatkan jutaan nyawa dan secara luas diakui sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling berhasil dan efektif (hemat biaya) di dunia. Namun, masih ada lebih dari 19 juta anak di dunia yang tidak divaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap.

Baca Juga

Akibatnya mereka sangat berisiko untuk menderita penyakit-penyakit yang berpotensi mematikan. Dari anak-anak ini, satu dari 10 anak tidak pernah menerima vaksinasi apapun, dan umumnya tidak terdeteksi oleh sistem kesehatan.

Sekretaris Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Prof Soedjatmiko, SpA(K), MSi, mengatakan imunisasi sebenarnya efisien dan efektif. Dalam imunisasi, satu kali suntikan dalam tempo dua minggu sudah memunculkan kekebalan spesifik terhadap penyakit berbahaya.

"Itulah keunggulan utama imunisasi," jelasnya disela acara Press Conference “Imunisasi Lengkap dan Nutrisi Tepat Untuk Mendukung Indonesia Sehat” yang diselenggarakan Nestlé, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan imunisasi mencegah penyakit, kecacatan, dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Termasuk tuberkulosis, hepatitis B, difteri, pertusis (whooping cough, batuk rejan), tetanus, polio, campak, pneumonia, gondongan, diare akibat rotavirus, rubella).

"Vaksin itu untuk semua penyakit berbahaya. Kalau tidak berbahaya tidak dibuat vaksinnya," ujarnya.

Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, cakupan imunisasi dasar bagi bayi usia 0 sampai 11 bulan pada tahun 2017 mencapai 92,04 persen (dengan target nasional 92 persen). Hasil tersebut menunjukkan bahwa program imunisasi telah mencapai target, namun dengan catatan terjadi penambahan kantong dengan cakupan di bawah 80 persen dan cakupan antara 80 sampai 91,5 persen.

Imunisasi program yang disediakan dan didanai oleh pemerintah Indonesia untuk bayi di bawah usia 1 tahun meliputi Hepatitis B, Polio, BCG, imunisasi MR (campak dan rubella), dan pentavalent (DPT, HB, HiB).

Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati. Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati, bila tidak diobati dapat menyebabkan gagal hati dan kanker hati.

Imunisasi Polio untuk mencegah serangan virus polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin) untuk mencegah tuberkulosis paru, kelenjar, tulang dan radang otak yang bisa menimbulkan kematian atau kecacatan.

Imunisasi MR dapat mencegah penyakit campak (measles) dan rubela (campak Jerman). Haemophilus influenzae tipe B (Hib) dapat menyebabkan meningitis dan pneumonia. Imunisasi Hib dapat mencegah infeksi saluran nafas berat (pneumonia) dan radang otak (meningitis).

Imunisasi DPT untuk mencegah tiga penyakit yaitu Difteri, Pertusis dan Tetanus. Penyakit Difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan sumbatan jalan nafas, dan bila tidak diobati racun bakteri dapat menyebabkan kerusakan jantung. Penyakit Pertusis atau lebih dikenal dengan batuk rejan dapat menyebabkan infeksi saluran nafas berat (pneumonia). Kuman tetanus mengeluarkan racun yang menyerang saraf otot tubuh, sehingga otot menjadi kaku, sulit bergerak dan bernapas. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement