Selasa 23 Apr 2019 15:46 WIB

Desainer Busana Hindari Bahan Sintetis Agar Ramah Lingkungan

Bahan sintetis dan polyester dihindari agar menghasilkan produk ramah lingkungan

Industri fesyen. Ilustrasi
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Industri fesyen. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Desainer busana Nonita Respati memilih menghindari bahan sintetis dan polyester agar produk-produk yang dihasilkan lebih ramah lingkungan. Dia mengatakan polyester selama 200 tahun pun belum tentu bisa dicerna oleh bumi.

Pemilik label pakaian Purana Indonesia itu mengatakan dirinya berupaya membuat produk fesyen yang berkesinambungan. Caranya dengan memilih bahan-bahan organik seperti katun, linen, dan sutera.

Baca Juga

Selain itu, limbah-limbah dari produk fesyennya sedapat mungkin didaur ulang dan digunakan kembali untuk membuat produk lain. Antara lain dibuat jadi tas atau dijadikan aksen dan motif di pakaian.

Untuk pewaranaan pun Nonita menggunakan pewarna alami yang lebih ramah lingkungan. Dia mengatakan air dari pewarna alami masih dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Nonita sepakat mendukung fesyen bekelanjutan memang membutuhkan investasi yang mahal dibandingkan membeli produk-produk fast fashion.

"Membeli busana berkelanjutan seperti membeli karya seni. Produk tersebut masih mempunyai nilai dan mempunyai umur panjang," katanya pada Selasa (23/4). Industri fesyen, terutama fast fashion telah menjadi salah satu industri terkotor di bumi dengan menyumbang limbah kain dalam jumlah besar.

Belum lagi perwarna sintetis yang digunakan sangat berpotensi mencemari tanah dan air. Apalagi produk-produk fast fashion biasanya tidak memiliki umur panjang.

Nonita juga mengatakan fast fashion yang menawarkan produk-produk berharga murah telah memanjakan konsumen dan mendorong kita untuk bersikap konsumtif. Untuk itu diperlukan kesadaran konsumen mengenai apa yang mereka gunakan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement