Senin 15 Apr 2019 07:53 WIB

Menyibak Sejarah Kampung Kajoetangan di Malang

Kajoetangan kini mulai dikenal namanya sebagai kampung heritage

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Christiyaningsih
Salah satu sudut di Kajoetangan.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Salah satu sudut di Kajoetangan.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kota Malang telah lama dikenal sebagai wilayah yang sarat cerita bersejarah. Salah satunya terlihat jelas pada di kampung Kajoetangan (Kayutangan) yang kini mulai dikenal namanya sebagai kampung heritage.

Banyak masyarakat tidak tahu Kampung Kayutangan sesungguhnya sudah lama hadir, bahkan sebelum masa kolonial. Hal ini dipertegas Sejarawan dari Universitas Negeri Malang (UM) Dwi Cahyono. Kepada Republika, Dwi menguak kisah dan perjalanan sejarah Kampung Kayutangan.

Baca Juga

Luas Kayutangan pada dasarnya membentang dari utara yang saat ini terdapat pertigaan PLN. Kemudian mengarah ke selatan sampai perempatan utara baratnya alun-alun Kotak, Malang. "Di sebelah barat (Alun-Alun Kotak) terdapat satu kampung di balik koridor yang disebut Talun," ujar Dwi kepada Republika, Ahad (14/4).

Kayutangan termasuk Talun merupakan satu wilayah yang memiliki perjalanan sejarah panjang. Talun bahkan sudah ditetapkan sebagai desa perdikan (bebas pajak) sejak 1198. Hal ini diperkuat dalam data yang tertulis dalam prasasti Ukir Nagara.

Dari data-data itu, Dwi meyakini kampung yang kini dikenal Kayutangan termasuk Talun memiliki sejarah kuat. "Karena tahun 1198 sudah ditetapkan sebagai perdikan, berarti sudah ada sebelum tahun itu," ujar Dwi.

Secara toponimi, Talun memiliki arti tepian hutan. Dengan kata lain, kebun baru yang berada di pinggir hutan. Makna ini yang mendeskripsikan Talun karena lokasinya seperti kebun yang berada di tepi hutan. "Lalu hutan itu seperti apa?" tambah Dwi.

Berdasarkan kitab Pararaton, terdapat sejumlah prajurit yang telah diperintahkan Tunggul Ametung untuk mencari Ken Arok. Hutan di sini ternyata pernah menjadi tempat persembunyian Ken Arok remaja. Salah satu areal hutannya dikenal dengan sebutan patangantangan.

Patangantangan memiliki kata dasar tangan. Menurut Dwi, kata itu merujuk nama pohon. Pohon tersebut memiliki cabang seperti tangan manusia saat dibentangkan ke kiri maupun kanan.

"Ternyata nama ini tidak hanya di Malang, di Tulungagung juga ada nama desa Rejotangan. Dari nama pohon ini sehingga dikenal hutan Kayutangan. Kayu tangan nama koridor areal hutan yang menurut Pararaton, konteks ceritanya sekitar abad ke-13 ketika Ken Arok remaja, itu dijadikan tempat bersembunyi," tambah dia.

Sebagai informasi, Kota Malang dibelah Sungai Brantas. Di sisi barat sungai terdapat wilayah yang kini dikenal koridor Kayutangan. Sebuah areal yang dulunya hanya setapak jalan hutan lalu menjadi jalan vital saat ini.

Revitalisasi Kayutangan baru terjadi pada masa awal 1880-an. Sebelumnya, Belanda sudah membuka perkampungan khusus orang Eropa di sebelah selatan Sungai Brantas. Mereka membangun benteng di sekitar Celaket yang kini didirikan RSUD Saiful Anwar.

Setelah 60 tahun memasuki Malang, Belanda akhirnya berani bermukim di luar lingkungan benteng di wilayah Celaket. "Hal ini terjadi sekitar 1820-an. Kalau pun mereka bangun permukiman, itu pasti tidak jauh dari benteng karena demi mendapatkan pengamanan," tegasnya.

Dwi mencontohkan, Belanda pernah membangun permukiman di sebelah utara benteng yang sekarang dikenal Klojen Lor. Kemudian membangun kembali di sebelah selatan Brantas. Wilayah tersebut berada di sekitar Talun, Tongan (kini kampung Arab), dan Sawahan.

Demi mengamankan permukiman Eropa di selatan, mereka mendirikan akses untuk menyambung wilayah tersebut dengan sisi utara. Mereka menciptakan jalan yang menembus hutan Kayutangan. Akses ini semula hanya jalan kecil antar kampung yang kemudian diperbesar lagi. "Jadi tersambung  antara Celaket dan Kayutangan walau belum besar," tambah dia.

Koridor Kayutangan mulai menguat setelah dibangunnya Alun-Alun Kotak Malang sekitar 1822. Lokasi koridor ini memang sangat tepat untuk menuju ke arah alun-alun. Karena itu, Kayutangan pun berubah status menjadi koridor utama bahkan melebihi Celaket.

Sejak itu, Kayutangan bukan hanya koridor utama tapi lokasi bisnis. Hal ini terbukti dengan banyaknya kantor, pertokoan besar, dan restoran yang menyambung sepanjang Kayutangan utara sampai selatan. Bahkan, koridor ini pernah dilintasi trem sehingga menjadi jalan utama.

Dari waktu ke waktu, Kayutangan sukses menjadi koridor vital di Malang dari yang sebelumnya hanya areal hutan yang struktur tanahnya tidak memungkinkan. "Koridor yang bentangan utara ke selatan, jalannya turun karena ada kali Brantas. Di barat juga tanahnya menurun karena ada Kali Sukun. Jadi lokasinya berada di tengah-tengah punggungan tanah," tambah dia.

Dwi meyakini Kayutangan telah menyumbang banyak peristiwa penting di Malang. Lokasi ini pernah menjadi pusat perniagaan yang kelasnya bukan eceran. Dia menyimpulkan perekonomian di Malang telah dikendalikan Kayutangan.

Karena nilai-nilai ini, Dwi sangat mendukung segala upaya pelestarian koridor Kayutangan. Bukan hanya bangunan tapi kawasan serta lingkungannya secara keseluruhan. Hal ini termasuk melestarikan kontruksi jalan trotoar dan lampu penerangannya.

Sebelumnya, Walikota Malang, Sutiaji berencana mengembalikan fungsi kawasan Kayutangan di sepanjang Jalan Basuki Rahmat, Kota Malang. Sensasi Jalan Malioboro di Yogyakarta akan dimunculkan dari area PLN Kayutangan hingga Alun-Alun Kota Malang.

"Nanti jalan masuknya dari PLN Kayutangan lalu terhubung ke Alun-Alun bunderan. Kita rombak sehingga nanti seperti Jalan Braga di Bandung dan Malioboro di Yogyakarta," ujar Sutiaji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement