Kamis 04 Apr 2019 16:33 WIB

Wisata Pulau Waigeo Kaya Keanekaragaman Hayati

Keunikan Pulau Waigeo disebabkan proses geologi ribuan tahun lalu.

Seorang wisatawan mancanegara berfoto diri dengan latar belakang pemandangan di Pianemo, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (2/11). Untuk menempuh menuju lokasi tersebut dari Waigeo di Waisai (Ibu Kota Kabupaten Raja Ampat) memerlukan dua jam perjalanan.
Foto: Antara
Seorang wisatawan mancanegara berfoto diri dengan latar belakang pemandangan di Pianemo, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (2/11). Untuk menempuh menuju lokasi tersebut dari Waigeo di Waisai (Ibu Kota Kabupaten Raja Ampat) memerlukan dua jam perjalanan.

REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Pulau Waigeo Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat, memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Dengan begitu, banyak wisatawan datang berkunjung ke daerah tersebut.

Sebagian daratan Pulau Waigeo adalah kawasan cagar alam yang di dalamnya hidup berbagai satwa sehingga perlu dijaga oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSA) Provinsi Papua Barat. Kepala BBKSDA Papua Barat Basar Manullang di Sorong, Kamis (4/4), mengatakan, Pulau Waigeo memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.

Baca Juga

Keunikan Waigeo disebabkan adanya proses geologi yang terjadi ribuan tahun lalu. Dia mengatakan, Pulau Waigeo dulu merupakan bagian dari Paparan Sahul yang terpisah ribuan tahun akibat adanya tumbukan Lempeng Australia-India dengan Lempeng Itulah yang menyebabkan banyak satwa dan tumbuhan endemik atau yang hanya dapat ditemukan di Pulau Waigeo.

Menurut dia, Waigeo memiliki sebuah gunung tinggi, yaitu Gunung Danai dengan ketinggian 982 meter dari permukaan laut. Memiliki 80 persen hutan primer dan sebagian kecil hutan sekunder sehingga ditetapkan menjadi kawasan konservasi keanekaragaman hayati Irian Jaya pada 1997.

Keanekaragaman hayati itulah yang mengundang banyak peneliti datang ke Pulau Waigeo. Pada tahun 1860, peneliti Alfred Russel Wallace telah mendatangi Waigeo. Selanjutnya, Thomas Barbour pada 1906-1907 telah mengoleksi amfibi dan reptil di Pulau Waigeo.

Ia menyampaikan, pada 1930 peneliti WJC Frost telah mengoleksi burung dari Pulau Waigeo. Lalu, pada 1948-1949, ekspedisi Swedia-Belanda melakukan penelitian jenis burung, serangga, dan tumbuhan bersama peneliti dari Indonesia.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan penelitian dengan berbagai bidang keilmuan mulai 2007. Kemudian, pada 2014, penelitian Balai Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat bersama organisasi Fauna dan Flora International Indonesia Program (FFI-IP) turut ikut serta dalam penelitian Waigeo.

Hasil penelitian tersebut, tercatat lebih dari 120 jenis pohon di hutan Waigeo. Ada 141 jenis satwa avifauna tercatat di hutan Waigeo. Sebanyak 24 mamalia dan 30 jenis herpetofauna ada di hutan Waigeo.

"Hutan Waigeo pula mudah menjumpai burung cenderawasih endemik, yakni cendrawasih merah dan cenderawasih botak yang sangat digemari wisatawan," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement