REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prevalensi kelaparan dan jumlah anak-anak di Indonesia yang menderita kekurangan gizi telah berkurang. Sementara itu, banyak negara di Kawasan Asia Pasifik berisiko gagal dalam mencapai target SDG-2, yaitu mengakhiri semua bentuk kelaparan, mengakhiri kekurangan gizi dan mencapai keberlanjutan pertanian pada tahun 2030.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementrian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Arifin Rudiyanto mengatakan pada tahun keempat penerapan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), Indonesia telah membuat kemajuan luar biasa dalam pencapaian Tujuan-2 TPB/SDGs. Data terbaru menunjukkan Pemerintah Indonesia telah berhasil menunjukkan perkembangan positif dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi.
Namun demikian, perkembangan positif tersebut masih diikuti dengan tantangan besar terhadap tingginya masalah gizi, terutama angka stunting. Hampir satu dari tiga anak di Indonesia masih terhambat pertumbuhannya.
Arifin mengatakan dalam pencapaian tanpa kelaparan, pentingnya sistem pangan berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan dan produktif akan menjadi tantangan nyata kami dalam waktu dekat. "Dalam konteks Indonesia, sistem produksi pangan sebagian besar mengandalkan petani kecil, meningkatkan produktivitas petani adalah salah satu kebijakan penting kami," kata Penanggung Jawab Tim Koordinasi Strategis Pelaksanaan TPB/SDGs Nasional ini.
Tahun lalu, konsumsi makanan per kapita di Indonesia meningkat sekitar 5 persen, dan bahkan konsumsi kalori pada masyarakat berpendapatan rendah meningkat sekitar 8 persen. Dalam kondisi ini, tingkat stunting untuk anak di bawah lima tahun di Indonesia turun 7 persen dibanding kondisi tahun 2013, menjadi 30,8 persen tahun 2018. Prevalensi kekurangan berat badan (wasting) pada anak di bawah lima tahun juga turun 2 persen, menjadi 10 persen selama periode yang sama.
Indonesia berada dalam kondisi transisi ekonomi, dengan pertumbuhan pendapatan lebih dari 5 persen per tahun, dan permintaan akan makanan tumbuh lebih dari 4 persen. Perubahan ini tidak bisa dihindari karena pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat, urbanisasi dan perubahan gaya hidup.