Senin 01 Apr 2019 07:22 WIB

Rumah Namsin, Ikon Wisata Heritage Kajoetangan

Bangunan lawas Rumah Namsin terletak di tengah hiruk pikuk Kota Malang

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Christiyaningsih
Bagian depan rumah Namsin di Kajoetangan Kota Malang.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Bagian depan rumah Namsin di Kajoetangan Kota Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Wisata budaya merupakan salah satu pilihan yang dapat dipilih pengunjung tatkala menyambangi Kota Malang. Di tengah hiruk pikuk Kota Malang, terdapat satu area bernuansa lawas yang populer dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara bernama Kajoetangan.

"Lokasinya ini di Jenderal Basuki Rahmat, tapi lebih dikenal dengan sebutan Kayutangan," kata pengelola Wisata Heritage Kajoetangan, Astufah saat ditemui Republika, Ahad (31/3).

Baca Juga

Wisata heritage Kajoetangan utamanya menyajikan puluhan bentuk rumah lawas. Dari deretan tempat tinggal di area tersebut, terdaftar rumah yang berdiri sejak masa kolonial Belanda. Bangunan terlama disebut-sebut telah ada di lokasi tersebut sejak 1870-an.

Menurut Astufah, wisata Kajoetangan sebenarnya telah dibentuk sejak 2015 lalu. Namun peluncuran baru terlaksana pada April tahun lalu. Di antara bangunan yang berdiri, rumah Namsin dipilih menjadi ikon Wisata Heritage Kajoetangan. Selain karena lokasinya berada di depan gang, bangunan ini juga terbilang cukup tinggi.

Pemilik rumah Namsin, Yehezkiel Jefferson Halim, menjelaskan bangunan yang terletak di Jalan Jenderal Basuki Rahmat nomor 31 ini dibangun oleh warga negara Belanda bernama Van Doorene. Bukti ini terlihat pada tulisan nama yang terpahat di marmer sisi tembok selatan dari rumah Namsin. Bangunan ini diperkirakan telah berdiri sejak 1900-an.

Menurut Hezkiel, rumah Namsin dibeli oleh keturunan Belanda Verhey pada 1924. Mereka menggunakan rumah sebagai dealer motor yang bernama l.c Verhey. Adapun merek motor yang mereka jual seperti Indian, Harley Davidson, Douglas, F.N, serta suku cadang mobil Ford. Keluarga Verhey menetap di rumah tersebut sampai Jepang datang ke Indonesia lalu kembali ke kampung halamannya, Rotterdam.

Setelah ditinggalkan keluarga Verhey, rumah diambil oleh pemerintah Jepang sebagai tempat penyetoran upeti. Setelah Indonesia merdeka, bangunan diambil alih oleh keturunan Tionghoa Namsin sekitar 1950-an. Rumah ini dijadikan sebagai tempat produksi es lilin yang didistribusikan ke seluruh wilayah Kota Malang. "Saat itu juga di depan rumah Namsin digunakan untuk berjualan mesin jahit bermerek Singer," tuturnya.

Sekitar 1975-an, keluarga Namsin mulai menjual rumah tersebut melalui makelar Wen Zhen. Dari makelar ini, rumah pun dibeli oleh Siho Ismanto atau Liem Zhong Hoo lalu diperbaiki ke bentuk orisinilnya. Setelah wafat di 2006, rumah dikosongkan tapi tetap dirawat hingga kini oleh sang anak, Suyono atau Liem Ting Soen hingga sekarang.

"Intinya bangunan ini selain lama juga tidak diubah sama sekali bentuknya, hanya memperbaiki bagian yang rusak atau keropos. Dan bangunan ini saat ini masih dipakai untuk kebaktian setiap Jumat," tambah pria yang kini berusia 17 tahun tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement