Ahad 31 Mar 2019 09:39 WIB

Alkisah Pasar Senen, dari Hiburan Berkuda ke Kue Subuh

Pasar Senen dulunya lebih dikenal sebagai kawasan hiburan berkuda.

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Indira Rezkisari
Calon pembeli memilih sayuran yang dijual di Pasar Senen, Jakarta , Senin (1/10).
Foto: Republika/Prayogi
Calon pembeli memilih sayuran yang dijual di Pasar Senen, Jakarta , Senin (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar Senen merupakan salah satu pusat perbelanjaan yang menyediakan segala jenis kebutuhan. Sandang, kebutuhan sehari, hingga kuliner, semuanya tersedia di Pasar Senen.

Selain menjadi salah satu pasar tertua dan terkomplit di Jakarta, Pasar Senen juga menyimpan banyak sejarah. Sejarahwan Betawi, Ridwan Saidi mengatakan, Pasar Senen dulunya bukanlah tempat untuk bertransaksi jual beli, namun lebih pada tempat hiburan berkuda.

Baca Juga

Ridwan menuturkan, sebenarnya sebutan awal untuk Pasar Senen adalah Jagal Senen. Sebutan itu, merujuk pada tempat yang digunakan untuk memacu kuda.

"Jadi gini, mulanya Pasar Senen itu disebut Jagal Senen, jagal itu lapangan, senen itu bukan hari, senen itu tempat bermain kuda," kata Ridwan Saidi kepada Republika.

Seiring dengan perkembangannya, Pasar Senen kemudian kedatangan para pedagang yang menjajakan barang bekas. Dari situ, pacuan kuda berubah fungsi menjadi pasar lowak barang bekas.

Pada akhir abad 18, Ridwan merincikan, sebutan Jagal Senen masih sangat populer di masyarakat. Karena itu, namanya sulit dihapuskan dari kawasan Senen, sehingga nama Jagal Senen bertahan di kawasan Masjid Raya Al Arif, Pasar Senen, Jakarta Pusat.

"Nama Jagal itu masih bertahan di dekat masjid, orang bilang masjid Jagal Senen, nama itu bertahan di situ," ujarnya.

Di zaman Hindia-Belanda, transaksi jual beli semakin diminati masyarakat setelah pusat pemerintahan di Sunda Kelapa, Jakarta Utara, dipindahkan ke Jakarta Pusat pada masa pemerintah Herman Willem Daendels. Apalagi pada saat kawasan segitiga Senen (sebutan orang pada zaman dulu untuk mempermudah menemukan lokasi) mulai dibangun pertokoan.

"Lantas di era Hindia Belanda dibangunlah pertokoan di situ, tapi itu dimulai dari segitiga senen dulu, baru kemudian diperluas," tuturnya.

Setelah indonesia merdeka, tepatnya pada masa Ali Sadikin yang ditunjuk sebagai Gubernur Jakarta oleh Presiden Soekarno, Pasar Senen di bangun secara megah empat lantai yang dinamakan Proyek Senen. Senen kemudian berkembang pesat menjadi pusat perbelanjaan.

Seiring semakin ramainya Pasar Senen, para wirausahawan juga berdatangan untuk mencari rezeki di dekitar proyek Senen. Hal itu berdampak pada lantai tiga dan empat yang semakin sepi pengunjung. Sebab, sulitnya akses yang membuat pelanggan enggan menuju lantai atas.

"Di area Senen semakin banyak pertokoan dan mal. Setelah itu lantai tiga dan empat sepi. Pembeli lebih memilih berbelanja di bawah, kemudian ada banyak pedagang lainnya, seperti jasa jahit, pedagang kaki lima dan juga kuliner," lanjut Ridwan.

Dia menambahkan, pedagang kuliner juga semakin diminati di Pasar Senen. Berawal dari pedagang kue basah yang disebut kue subuh, kini telah merambah ke berbagai kuliner lainnya.

"Awalnya itu pedagang kue, yang biasa disebut kue subuh, sebutan itu berasal dari kebiasaan orang yang mulai berbelanja pukul 03.00," katanya.

Hingga saat ini, pedangang kuliner telah banyak menjajakan dagangan di kawasan senen. Bukan hanya kue basah, pedagang makanan seperti nasi padang, nasi goreng dan makanan lainnya juga membanjiri pasar Senen. "Sekarang mereka (pedagang kuliner) buka mulai malam sampai subuh," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement