REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dapur restoran biasanya berisik dengan suara uap, pisau, dan friksi antara spatula dan penggorengan. Kebisingan itu menginspirasi Bibap, sebuah kelompok drama musikal dari Korea Selatan. Dengan tema lika-liku pertarungan antar chef yang dikemas lewat koreografi dan beatbox serta acapella yang unik, Bibap pun mengadirkan drama musikal bernama Chef di Jakarta.
Di negara asalnya, drama musikal Bibap merupakan tontonan yang sangat diminati. Awal pertunjukan dibuka oleh Green Chef, yang nantinya akan beradu racikan dengan Red Chef. Begitu disorot lampu panggung, Green Chef langsung menyambut seluruh penonton yang memadati ruang pertunjukan di Lotte Shopping Avenue pada Selasa (19/3).
Dengan gaya kocak, ia menyapa sejumlah penonoton dan menyalaminya. “Hai cantik, hai ganteng,” ujar Green Chef mengucapkan sapaan dengan bahasa Indonesia. Melihat si ‘hijau’ menyapa dengan bahasa Indonesia, otomatis penonton pun langsung merasa satu frekuensi denganya.
Pertunjukan langsung menghangat sejak babak pembuka. Green Chef pun membangkitkan antusiasme di kursi penonton. Ia mengajak satu penonton yang dianggapnya cantik untuk naik ke atas panggung. Ia langsung melontarkan gombalan lalu merayu dengan menyangikan lagu Kesempurnaan Cinta milik Rizky Febian.
Penonton terkekeh saat melihat koki asal Korea Selatan itu mati-matian mencoba melafalkan lagu berbahasa Indonesia. Namun, hal ini seakan sengaja dihadirkan demi menyatukan ikatan batin antara penonton dan pertunjukan.
Setelah itu, satu-persatu para pemeran mulai dihadirkan. Total ada delapan orang dengan fungsi dan tugas masing-masing. Di antaranya, ada dua chef perempuan dengan dandanan khas girlband Korea. Pertunjukan mulai membentuk plot cerita dengan durasi sekitar 75 menit. Penonton pun terpukau dengan ragam suara khas “dapur” yang semuanya diproduksi lewat mulut dua personel yang mengisi musik secara akapela.
Di awal cerita, para koki harus membuat makanan sesuai order. Order yang masuk di antaranya adalah sushi, pizza, mie ayam, dan bibimbap. Satu persatu order dipenuhi.
Sepanjang proses ‘pura-pura masak’ itulah, penonton disuguhi dengan keseruan proses memasak yag dihadirkan dengan kocak dan akrobatik. Musik hip-hop dan electronic dance music (EDM) kerap mengiringi pertunjukan. Musik itu pun masih dibawakan lewat vocal-percussion dengan teknik beatboxing.
Berkali-kali penonton dikejutkan, dibuat terpingkal, sembari memberikan tepuk tangan. Sesekali penonton berdecak kagum menyaksikan breakdance yang disisipkan dalam drama musikal itu.
Sepanjang pertunjukan, chemistry dengan penonton selalu di pertahankan. Beberapa kali, sejumlah penonton dipaksa naik panggung. Setelah terjebak dalam plot, penonton itu pun terpaksa mengikuti skenario secara spontan.
Ekspresi canggung dari penonton pun otomatis menjadi komoditas lawak dan membuat pertunjukan jadi jauh dari kata membosankan. Apalagi, mayoritas bahasa pertunjukan menggunakan bahasa Indonesia sehingga ‘roaming’ pun nyaris tak ada.
Jelang ujung pertunjukan, barisan bangku penonton pun tak luput dari interaksi. Pasalnya, tiba-tiba para pemain melempar puluhan replika gumpalan adonan tepung ke barisan penonton. Kericuhan pun terjadi karena akhirnya para penonton dan pemain terlibat aksi saling lempar tepung.
Selain di Jakarta, Chef yang telah ditonton oleh sekitar 60 juta penonton di berbagai negara ini juga akan menyapa Kota Semarang. Tiket pertunjukan ini dibanderal dengan harga mulai dari sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu. Drama musikal sengaja dihadirkan di beberapa negara demi memperkenalkan salah satu pertunjukan yang paling diminati di Korea.