REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta, Rastri Paramita, mengatakan penderita glaukoma terus meningkat. Glaukoma berbeda dengan katarak karena glaukoma dapat menyebabkan kebutaan permanen.
Ia pun pernah melakukan penelitian terkait penyakit ini di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 2014 lalu. Berdasarkan penelitian tersebut, angka kebutaan mencapai 1,34 persen dari total penduduk DIY. Sebanyak 0,17 persennya mengalami kebutaan akibat menderita glaukoma. Kebutaan terjadi karena penanganan yang terlambat dilakukan.
Hal ini tentunya menjadi perhatian. Penanganan terlambat disebabkan tidak hanya karena faktor ekonomi, namun juga karena kurangnya pemahaman tentang deteksi dini dan pengetahuan masyarakat terhadap glaukoma.
Dengan adaya deteksi dini, maka kebutaan akibat glaukoma ini pun dapat dihindari. Terkadang, glaukoma juga tidak disadari atau menyerupai gejala penyakit lain. "Sehingga, kebanyakan penderita kurang menyadari kalau dia menderita glaukoma dan baru diketahui ketika penyakit telah lanjut dan terjadi kebutaan total," kata Dokter Spesialis Mata Subdivisi Glaukoma RS Mata Dr. Yap Yogyakarta, Retno Ekantini.
Ia menjelaskan glaukoma merupakan kerusakan saraf yang diikuti gangguan lapang pandang yang khas. Penyebab utamanya adalah tekanan bola mata yang meningkat. Tekanan ini disebabkan karena adanya hambatan pengeluaran cairan bola mata. Penyebab lainnya bisa karena gangguan suplai darah ke saraf mata dan adanya kelemahan saraf mata.
Penyakit ini diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Primer berarti janis glaukoma yang diturunkan dan tidak diketahui penyebab pastinya. Untuk itu, jika ada orang tua dalam sebuah keluarga mengidap glaukoma, maka keturunannya harus diperiksa. "Karena bisa diturunkan, walaupun tidak selalu terjadi. Tapi ini perlu karena dapat mencegah kebutaan karena glaukoma," jelas Retno.
Sementara itu, glaukoma sekunder tidak diturunkan dan diketahui penyebab pastinya. Jika dalam satu keluarga ada yang menderita glaukoma sekunder, maka keluarga dekat tidak perlu memeriksakan kondisi matanya. "Glaukoma sekunder bisa disebabkan karena trauma mata, radang mata, diabetes melitus, pendarahan dalam mata, bahkan katarak pun bisa menyebabkan glaukoma," terangnya.