Senin 25 Feb 2019 14:29 WIB

Hati-Hati, Paedofil Intai Anak di Aplikasi Streaming

Paedofil mencari mangsa anak-anak berusia dibawah delapan tahun.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Ani Nursalikah
Anak main internet. Ilustrasi
Foto: Dailymail
Anak main internet. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aplikasi streaming saat ini marak digunakan, bahkan oleh anak-anak. Hati-hati, aplikasi ini menjadi wadah para paedofil mencari mangsa anak-anak berusia dibawah delapan tahun.

Baca Juga

Menurut badan amal anak-anak terkemuka di Inggris, Barnardos, popularitas layanan streaming langsung seperti Tiktok dan Live.ly mengarah pada anak-anak muda yang dilecehkan secara online. Sebelumnya, anak-anak termuda yang meminta bantuan amal setelah dieksploitasi secara online berusia 10 tahun.

Tapi sekarang anak-anak berusia delapan tahun menggunakan layanan ini setelah dipersiapkan oleh predator menggunakan fungsi komentar pada video langsung. Salah satu sekolah dasar di Cornwall mengatakan kepada Mirror. "Orang tua dari anak-anak di kelas 3 tahun hingga 6 tahun mengaku takut dengan paparam terhadap anak-anak."

Orang tua di Hounslow, London, diperingatkan untuk mengetahui tagar #tradefortrade yang mengomunikasikan pengguna ingin memperdagangkan konten terlarang. Tiktok juga memiliki fungsi pesan langsung, serta live-streaming, dan komentar publik. Satu sekolah North Yorkshire mengatakan jika profilnya terbuka, orang asing dapat mengomentari video anak Anda.

"Meskipun ini tidak selalu menyeramkan, ini memungkinkan calon pemangsa menghubungi anak Anda," kata sekolah itu. 

Tahun lalu survei YouGov untuk badan amal itu menemukan setengah dari anak berusia 12 tahun dan lebih dari satu dari empat anak berusia 10 tahun telah melakukan streaming konten langsung melalui internet menggunakan aplikasi yang ditujukan untuk orang yang berusia di atas 13 tahun.

photo

Hampir seperempat anak-anak berusia 10 sampai 16 mengatakan mereka atau teman kemudian menyesali apa yang telah mereka unggah. Chief Executive Barnardo Javed Khan mengatakan ketika kita berpikir tentang orang-orang muda yang telah dieksploitasi secara seksual, seorang anak yang 'rentan' secara stereotip mungkin muncul dalam pikiran, seseorang dalam sistem perawatan, yang tidak memiliki jaringan dukungan yang andal atau yang terlepas dari pendidikan.

“Tapi kenyataannya adalah setiap anak dapat menjadi korban eksploitasi atau pelecehan seksual, bahkan anak-anak dalam keluarga yang stabil dan penuh kasih," ujarnya seperti dilansir dari laman Daily Mail, Senin (25/2).

Tanpa pengaturan keamanan yang tepat, anak-anak yang menyiarkan video langsung mereka sendiri melalui internet dapat menjadi sasaran para pelaku kekerasan di kamar tidur mereka. "Sangat penting bagi orang tua mengetahui dan memahami teknologi yang digunakan anak-anak mereka dan memastikan mereka memiliki pengaturan keamanan yang tepat. Mereka juga harus berbicara kepada anak-anak mereka tentang seks dan hubungan serta kemungkinan risiko dan bahaya online sehingga anak-anak merasa dapat menceritakan kepada mereka jika ada sesuatu yang terasa tidak benar," ujarnya.

Mereka juga menyerukan tugas hukum pada perusahaan teknologi untuk mencegah anak-anak dilukai secara online. Badan amal itu sebelumnya memperingatkan 'groomer canggih' yang menghubungi anak-anak menggunakan fungsi komentar langsung aplikasi dan melibatkan mereka dalam perilaku seksual.   

Barnado juga mengutip kasus seorang anak berusia 14 tahun yang menggunakan aplikasi kencan yang dibuat untuk orang dewasa dan mengirimkan gambar dan video vulgar kepada orang yang dikenalnya secara daring. Aktivitasnya membuat remaja itu bertemu seseorang di internet dan berhubungan seks di bawah umur. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement