Selasa 12 Feb 2019 11:58 WIB

Polusi di Cina Utara Naik 16 Persen pada Januari

Standar kualitas udara resmi Cina adalah 35 mikrogram.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Ani Nursalikah
Penduduk Beijing mengenakan masker saat berjalan di jalanan Ibu Kota Cina. Beijing kembali menempati posisi teratas kota paling terpolusi di Cina.
Foto: AP
Penduduk Beijing mengenakan masker saat berjalan di jalanan Ibu Kota Cina. Beijing kembali menempati posisi teratas kota paling terpolusi di Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Data resmi menunjukkan polusi udara di 39 kota besar di Cina Utara naik 16 persen dari tahun sebelumnya. Selain itu, dengan melonjaknya kegiatan industri membuatnya semakin tidak mungkin mereka akan memenuhi target emisi musim dingin mereka.

Menurut analisis Reuters dari data polusi resmi, konsentrasi rata-rata kecil, partikel berbahaya yang dikenal sebagai PM2.5 di dua zona kontrol emisi utama Cina Utara naik 16 persen dari tahun sebelumnya, yakni menjadi 114 mikrogram per meter kubik.

Baca Juga

Cina mengatakan tidak menganggap enteng soal memerangi polusi, bahkan di tengah kemerosotan ekonomi. Namun, peningkatan emisi asap yang merusak paru-paru bulan lalu menunjukkan beberapa provinsi dapat berjuang menyeimbangkan tujuan itu dengan peningkatan dalam produksi industri.

"Alasan kenaikan level PM2.5 tidak sulit diidentifikasi," kata Lauri Myllyvirta, seorang analis energi dari kelompok lingkungan Greenpeace, yang mencatat bahwa baja, tenaga panas dan produksi semen melonjak di seluruh wilayah pada kuartal terakhir 2018, Selasa (12/2).

"Pengalihdayaan output industri yang berlangsung musim dingin lalu agar Beijing mencapai target kualitas udaranya dibalik pada musim dingin ini, mendorong tingkat polusi udara naik di kawasan itu sementara bagian lain negara itu telah mengalami peningkatan," tambah dia.

Performa terburuk selama sebulan adalah kota batu bara Linfen di provinsi Shanxi, yang memperlihatkan level PM2.5 rata-rata 174 mikrogram, naik 23 persen dari tahun sebelumnya. Shijiazhuang, ibu kota provinsi Hebei, wilayah pembuat baja terbesar di Cina, juga mengalami kenaikan emisi sebanyak 30 persen menjadi 144 mikrogram.

Standar kualitas udara resmi Cina adalah 35 mikrogram, sementara Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan rata-rata tahunan tidak lebih dari 10. Selama tiga bulan dimulai pada November 2018, ketika sistem pemanas berbahan bakar batubara dinyalakan di seluruh utara, rata-rata PM2.5 di 39 kota mencapai 93,5 mikrogram, naik 12 persen pada tahun tersebut.

Anyang, sebuah kota penghasil batu bara dan baja di provinsi Henan, adalah yang berkinerja terburuk selama periode itu, dengan konsentrasi rata-rata 124 mikrogram, naik 27 persen. Henan menyalahkan kinerjanya yang buruk pada musim dingin ini karena kondisi cuaca yang tidak menguntungkan.

Kementerian lingkungan Cina tidak menanggapi permintaan komentar. Namun, pejabat senior Liu Bingjiang mengatakan kepada wartawan bulan lalu pemerintah daerah akan bertanggung jawab penuh atas segala kegagalan, terlepas dari cuaca.

Sebagian besar kota bertujuan mengurangi polusi sebesar tiga persen dibandingkan dengan 12 bulan sebelumnya, jauh lebih rendah dari target tahun lalu sekitar 15 persen. Periode kepatuhan juga dimulai sebulan sebelumnya pada Oktober, ketika polusi biasanya jauh lebih rendah. Namun, mereka masih berjuang memenuhi target.

"Dengan empat bulan periode Oktober-Maret berlalu dan dua bulan lagi, akan dibutuhkan pengurangan 20 persen yang sangat curam pada Februari-Maret untuk mencapai target pengurangan tiga persen," kata Myllyvirta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement