REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari libur yang panjang ditambah dengan kebebasan yang rutin membuat orang tua lebih santai dan anak-anak banyak menghabiskan waktu bersenang-senang. Namun, ketika masa libur hampir berakhir, realitas kehidupan sehari-hari harus dihadapi.
Bagi beberapa anak, kembalinya ke sekolah itu menyenangkan, terutama bagi mereka yang menikmati ritme rutin. Mereka bisa berkembang dengan prestasi akademik atau memiliki kelompok teman yang solid.
Bagi yang lain, responnya tidak begitu positif. Transisi kembali ke sekolah dapat memicu kecemasan, ketakutan, dan kewalahan yang disebabkan sejumlah faktor, seperti memulai sekolah baru, mengalami dinamika sosial yang sulit, merasa tidak semangat sekolah, tidak menyukai guru baru, dan harus berpisah dengan orang tua, atau saudara.
Tentunya para orang tua tidak ingin melihat anaknya merasa buruk di sekolah. Namun, hal itu biasa terjadi. Orang tua harus membagi waktu untuk pekerjaan dan anak. Selain itu, juga harus pandai mengelola keuangan untuk kebutuhan tambahan anak, mulai dari alat tulis sampai seragam sekolah baru.
Tekanan untuk mengatur pekerjaan dan rumah dapat mengakibatkan orang tua mengabaikan perasaan gugup atau cemas anak-anak mereka ketika sekolah dimulai. Dikutip di NZ Herald, berikut beberapa cara yang bisa orang tua lakukan untuk membantu anak.