Ahad 27 Jan 2019 03:08 WIB

Peneliti: Kebiasaan Abaikan Tidur Ganggu Kesehatan Otak

Kegiatan tidur dapat memperbaiki fungsi kognitif seseorang.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi tidur
Foto: Hufpost
Ilustrasi tidur

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Tidur sepertinya menjadi masalah masyarakat modern yang disuguhi beragam acara televisi, bekerja dan menjawab surat elektronik (surel), pekerjaan rumah yang belum selesai. Belum lagi kesibukan di media sosial membuat mata kita terus menangkap sesuatu dan pikiran kita terus berjalan.

Padahal, dalam sebuah penelitian tentang otak, kegiatan tidur dapat menyembuhkan penyakit dan memperbaiki fungsi kognitif seseorang, seperti ketajaman memori. Kebiasaan mengabaikan tidur akan mengganggu kesehatan kepala yang sangat berbahaya.

Bahkan, penelitian itu juga menyebutkan, kekurangan tidur dalam satu malam bagi pasien Alzheimer dapat meningkatkan kadar protein dalam otak yang akan membentuk gumpalan beracun di kepala. Selain itu, salah satu efek buruk bagi pasien Alzheimer yang tidak memanfaatkan waktu tidurnya adalah merasakan kecemasan yang tinggi dan peningkatan perasaan terisolasi.

“Kalau dulu ada istilah yang populer, ‘aku akan tidur ketika aku mati’. Ini menjadi ironis karena tidak cukup tidur membuatmu lebih cepat pergi ke sana (mati),” kata Professor Neurologi dan Obat Tidur Universitas Pittsburgh, Daniel Buysse, baru-baru ini.

Penelitian tersebut mengubah kebijakan di beberapa sektor, salah satunya sektor pendidikan. Yang mana sektor pendidikan harus mempertimbangkan kembali apakah akan mendorong sinkronisasi waktu mulai sekolah yang lebih cocok dengan siklus tidur para remaja atau siswa sesuai usia dan jenjang pendidikannya.

Selain sektor tadi, sektor lainnya yang berdampak adalah sektor kesehatan. National Sleep Foundation rencananya akan menggelar pameran konsumen pertama pada Maret mendatang di AS. Pameran ini akan memberi penawaran tentang kasur khusus dan pelacak tidur yang telah dikembangkan. 

Kurangnya tidur saat ini menjadi krisis kesehatan masyarakat yang semakin meningkat dan patut mendapat perhatian sama halnya dengan penyakit obesitas. “Kami bersaing dengan teknologi yang kami buat beserta kepentingan yang kami suarakan, dan kami juga berkepentingan menghasilkan uang,” kata seorang Peneliti Tidur dari Universitas Pennsylvania, Orfeu Buxton.

Komunitas Peneliti Tidur memisahkan pengertian gangguan tidur seperti insomnia dan sleep apnea yang sebelumnya menyatu di konsep kesehatan tidur. Dalam jajak pendapat Gallup tahun 1942 diketahui bahwa orang dewasa tidur dengan rata-rata waktu 7,9 jam per malam. 

Sedangkan pada 2013, rata-rata orang dewasa memangkas waktu tidurnya satu jam lebih dari waktu tidur yang pernah ada di 1942. Sementara pada 2016, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit melaporkan setidaknya sepertiga orang dewasa gagal memiliki waktu tidur sebanyak tujuh jam penuh.

Itu artinya, dalam sekejap mata dalam istilah evolusi, manusia telah secara radikal mengubah kebutuhan biologis mendasar akibat perubahan budaya hidup yang ada. “Ketika anda tidur, itu adalah hal yang paling konyol. Anda tidak menemukan makanan dan pasangan. Lebih buruk lagi, anda rentan terhadap predasi,” kaya Psikolog dari Universitas California Matthew Walker.

Ahli Saraf Kognitif dari Universitas Northwestern Ken Paller mengatakan, banyak pendekatan medis yang mengabaikan pentingnya peran tidur bagi kesehatan. Maka, kata dia, membangkitkan minat dan kualitas tidur seseorang dapat diterapkan dengan terapi terapeutik.

“Tidur yang nyeyak dapat memulihkan pikiran dan kerja otak,” kata dia.

sumber : Washingtonpost, Earth.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement