Jumat 25 Jan 2019 09:05 WIB

Asupan Nutrisi yang Kurang Penyebab Utama Stunting

Pencegahan stunting masuk program prioritas nasional.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Anggota Ikatan Konselor Laktasi Klaten mengukur postur tinggi bocah dan memberikan sosialiasi pemberian gizi bayi untuk mencegah kegagalan tumbuh kembang anak (stunting) saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Klaten, Jawa Tengah, Minggu (22/4).
Foto: Antara/Maulana Surya
Anggota Ikatan Konselor Laktasi Klaten mengukur postur tinggi bocah dan memberikan sosialiasi pemberian gizi bayi untuk mencegah kegagalan tumbuh kembang anak (stunting) saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Klaten, Jawa Tengah, Minggu (22/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia sebesar 30,8 persen. Angka 30,8 persen masih jauh di atas ambang yang ditetapkan WHO sebesar 20 persen.

Kondisi ini tentu mengkhawatirkan, mengingat permasalahan stunting tidak sekadar tentang terhambatnya pertumbuhan tinggi badan pada anak. Stunting dapat menyebabkan hambatan kecerdasan, menimbulkan kerentanan terhadap penyakit menular dan tidak menular, hingga penurunan produktivitas pada usia dewasa.

Pemerintah sudah menetapkan pencegahan stunting sebagai salah satu program prioritas nasional. ”Lebih dari sekedar tantangan di bidang kesehatan, masih tingginya angka stunting memiliki implikasi terhadap kualitas generasi penerus bangsa,” ujar Corporate Affairs Director PT Frisian Flag Indonesia, Andrew F Saputro.

Berbicara tentang penyebabnya, pemenuhan gizi yang tidak mencukupi khususnya pada fase 1.000 hari pertama kehidupan, ditenggarai menjadi faktor terbesar timbulnya kondisi stunting pada anak.

Dokter Anak Spesialis Nutrisi dan Penyakit Metabolik pada Anak, Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) menjelaskan terkait stunting, pemenuhan gizi yang lengkap pada dua tahun pertama masa kehidupan memiliki peran yang krusial. Setelah pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pada tahun pertama kehidupannya, anak membutuhkan makanan pendamping dengan kandungan karbohidrat, lemak, dan protein. Faktanya di Indonesia, konsumsi asupan protein hewani masih tergolong rendah, sehingga banyak kasus stunting terjadi.

"Padahal, investasi protein hewani sangatlah penting, mengingat kandungan asam amino esensial terlengkap di dalamnya, yang dapat membantu pertumbuhan dan kecerdasan otak anak. Sumber protein hewani terbaik dapat ditemukan pada susu, telur, unggas, ikan, serta daging."

Masalah stunting ini sebenarnya sudah lama terjadi. Namun saat itu belum diperhatikan.

Kasus stunting baru mencuat setelah WHO mencanangkan kemiskinan dari muka bumi. Mereka kemudian membuat deklarasi dan millenium development goals (MDGs). Salah satu parameternya bebas dari kelaparan yang ditentukan dari grafik pertumbuhan anak yang bagus apa tidak. Barulah terlihat di dunia banyak anak-anak yang pendek.

"Kalau negara pelayanannya bagus, stunting itu di bawah 20 persen barulah di sini kelihatan masalahnya. Ini menjadi masalah karena dihubungkan dengan millenium goal," jelas dokter Damayanti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement