Selasa 22 Jan 2019 12:50 WIB

Timlo, Sup yang Hanya Ada di Solo

Di Solo ada satu warung timlo yang terkenal sejak berdiri tahun 1952.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Indira Rezkisari
Kuliner timlo khas Solo di warung Timlo Sastro cabang Jl Dr Wahidin Solo. Warung Timlo Sastro didirikan sejak 1952.
Foto: Republika/Binti Solikah
Kuliner timlo khas Solo di warung Timlo Sastro cabang Jl Dr Wahidin Solo. Warung Timlo Sastro didirikan sejak 1952.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Berkunjung ke Kota Solo tak lengkap jika tidak menjajal beragam kuliner khasnya. Salah satunya timlo. Kuliner khas Solo ini telah melegenda dan warungnya tersebar di berbagai kota.

Namun, tak banyak yang memahami asal muasal makanan berkuah ini. Bahkan, kehadiran timlo kerap dikaitkan dengan kimlo yang sama-sama berkuah. Padahal warung kimlo tak akan dijumpai di Solo.

Di Solo, salah satu warung timlo yang melegenda yakni Timlo Sastro. Warung yang didirikan sejak 1952 tersebut berada di sisi timur Pasar Gede Solo. Warung Timlo Sastro didirikan oleh Sastrohartono dan Suharmi. Mereka memiliki empat anak yang kini bersama-sama mengelola warung Timlo Sastro. Keempatnya yakni, Sri Mulyani, Setyo Tri Wahyuni, Hardjono, dan Any Sri Haryani.

Hardjono menuturkan, awalnya warung Timlo Sastro hanya kaki lima di barat Pasar Gede. Kemudian pada 1957-1958 pindah ke pojok timur Pasar Gede sampai sekarang. Selanjutnya, pemilik pernah beberapa kali mendirikan cabang semi permanen. Baru pada 2017 didirikan cabang permanen di Jalan Dr Wahidin Solo.

Menurut Hardjono, alasan kedua orangtuanya mendirikan warung timlo hanya sekadar berwirausaha. "Ya setelah menikah, berwirausaha lah, ya bakulan, bukan pegawai bukan apa-apa, ternyata itu disukai, banyak pelanggan yang cocok di Solo. Dulu kan masih jarang warung timlo. Baru sekarang ini banyak. Makanya saya berani menulis warung ini sebagai pelopor timlo di Solo," paparnya saat ditemui Republika di warung Timlo Sastro cabang Jalan Dr Wahidin, Solo, pekan lalu.

Hardjono mengaku tidak mengetahui asal resep timlo bikinan orangtuanya. Dia memperkirakan resep tersebut dari kakek-neneknya tetapi mereka tidak berjualan timlo. Hardjono belum sempat menanyakan hal itu, namun kedua orang tuanya telah meninggal. "Tapi timlo memang makanan khas Solo," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement