Senin 21 Jan 2019 14:59 WIB

Singapura Diminta Berhenti Hidangkan Kuliner Sirip Ikan Hiu

Hidangan sirip hiu bisa merusak biota laut karena tidak diketahui asal hiu tersebut.

Rep: Santi Sopia/ Red: Indira Rezkisari
Koki memasak di dekat sirip hiu yang sudah dikeringkan. Diperkirakan 73 juta hiu dibunuh demi kebutuhan konsumsi sirip hiu.
Foto: EPA
Koki memasak di dekat sirip hiu yang sudah dikeringkan. Diperkirakan 73 juta hiu dibunuh demi kebutuhan konsumsi sirip hiu.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Hidangan sirip hiu sudah lama memicu kontroversi di kalangan pecinta lingkungan hidup. Padahal di budaya Cina, memakan sirip hiu dipercaya memberi banyak manfaat bagi kesehatan.

Di Singapura seorang anggota parlemen Louis Ng meminta larangan sajian tersebut di setiap acara atau yang berhubungan dengan layanan publik. Ng, anggota parlemen untuk Konstituensi Perwakilan Kelompok Nee Soon, mengajukan pertanyaan parlemen perihal tersebut, awal pekan ini. Dia menanyakan apakah sirip ikan hiu yang secara tradisional dianggap sebagai makanan lezat dan makanan pokok di pernikahan Cina serta jamuan makan resmi masih disajilan di acara-acara pelayanan publik ? Dia juga mempertanyakan apakah itu juga akan terus disajikan di acara-acara mendatang.

Baca Juga

Dilansir laman Malay Mail, Ng menyayangkan prinsip pemerintahan yang tidak mengatur secara khusus terkait ini. Sebab hidangan sirip hiu benar-benar bisa merusak biota laut. "Jelas tidak adil bagi hiu dan ekosistem laut kita, dan bahkan bagi kita, karena mereka yang sudah menghindari makan sirip hiu tidak memiliki suara dalam menu di acara-acara seperti itu," kata Ng.

Hidangan sirip hiu juga dianggap bertentangan dengan prinsip transparansi. Karena ada banyak praktik yang dipertanyakan dalam perdagangan sirip hiu dan bisa jadi orang tidak tahu memakan sirip hiu dari spesies yang dilindungi atau bukan.

"Dan terakhir, itu tidak bernilai uang karena sangat mahal," lanjutnya,

Ng mencatat bahwa banyak organisasi telah berhenti menyajikan kuliner sirip hiu. Jadi tentu saja, layanan publik juga dinilai harus menghentikan praktik ini.

Tapi Ng setuju bahwa pola pikir publik juga telah berubah. Dia percaya bahwa ekspektasi publik kini telah berubah soal kuliner sirip ikan hiu. Banyak orang Singapura, terutama kaum muda diprediksinya akan mendukung kebijakan standar untuk tidak menyajikan sirip ikan hiu.

Dalam tanggapan tertulis, Menteri Perdagangan dan Industri Chan Chun Sing mengatakan bahwa lembaga pemerintah memutuskan setiap menu berdasarkan kebijaksanaan dan sesuai untuk acara tersebut. Kementerian tidak memiliki kebijakan khusus perihal penyajian sirip ikan hiu.

"Badan-badan publik mematuhi prinsip-prinsip pengadaan, keadilan, transparansi, dan nilai-untuk-uang," kata Chan.

Meskipun tidak ada kebijakan pemerintah yang khusus untuk melayani sirip ikan hiu, ada kebijakan Katering Sehat Utuh Pemerintah untuk acara layanan publik. Media TODAY menemukan bahwa daftar katering yang diterbitkan yang mematuhi kebijakan ini, dua dari 119 katering masih menawarkan sirip ikan hiu di menu mereka.

TODAY menghubungi beberapa lembaga pemerintah untuk menanyakan apakah mereka memiliki kebijakan sendiri mengenai penyajian hidangan di acara mereka. Sebagian besar menolak berkomentar atau merujuk TODAY agar memublikasikan tanggapan Chan pada Ng.

Hanya Dewan Taman Nasional (NParks) yang mengatakan tidak melayani sirip hiu di acara-acaranya. Direktur grup NParks untuk layanan korporat, Francis Lim, mengatakan ini adalah bagian dari upaya agensi untuk mendorong karyawan agar ramah lingkungan ketika menyelenggarakan acara.

“Beberapa inisiatif kami termasuk menggunakan lampu hemat energi, mengurangi kebutuhan akan dokumen cetak, meminimalkan penggunaan latar belakang, serta menggunakan peralatan jagung, bukan plastik atau styrofoam, ketika peralatan makan dan piring non sekali pakai tidak tersedia,” kata NParks.

World Wide Fund for Nature Singapore mengatakan bahwa 90 perusahaan yang berbasis di Singapura telah menghapuskan sirip hiu, termasuk merek-merek seperti Crystal Jade dan Pan Pacific Hotels. Kepala eksekutif organisasi, Yeo Yun Lin berkata, sudah waktunya bagi sektor publik untuk mengejar ketinggalan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement