REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapapun sepakat bahwa menjadi orang tua sama sekali bukan hal mudah. Kondisi sama dialami suami istri Pete (Mark Wahlberg) dan Ellie (Rose Byrne) yang memutuskan menjadi orang tua asuh bagi tiga anak sekaligus.
Bisa dibayangkan bagaimana susahnya mereka beradaptasi dengan Lizzy (Isabela Moner) yang beranjak remaja, Juan (Gustavo Quiroz) yang ceroboh, dan Lita (Julianna Gamiz) yang emosional. Hidup Pete dan Ellie yang semula tenang menjadi penuh warna dan dinamika.
Kisah tentang keluarga yang terbentuk secara instan itu bisa disimak dalam film Instant Family yang tayang di Indonesia mulai 25 Januari 2019. Selama 119 menit, sutradara Sean Anders membawa penonton dalam cerita penuh komedi dan keharuan sekaligus.
Film 13 tahun ke atas ini terutama menarik karena mengangkat topik tentang adopsi anak di masyarakat Barat. Paparan visual mengenai kondisi anak dan remaja yang tak punya orang tua atau tidak berada dalam kepengasuhan sebagaimana mestinya cukup menyesakkan.
Meski demikian, film tidak mengeksploitasi kesedihan secara berlebihan sehingga tak terkesan 'cengeng'. Penonton Indonesia akan mendapat wawasan betapa mumpuninya sistem adopsi di AS yang mensyaratkan banyak hal kepada calon orang tua untuk mengadopsi anak.
Di satu sisi, Pete dan Ellie harus bisa mengambil hati ketiga anak adopsi mereka. Begitu juga Lizzie, Juan, dan Lita yang berusaha membuka diri untuk keluarga baru. Kekurangan film, konflik yang ada kadang terkesan kurang nyata dan bukan hal yang sering terjadi.
Pada beberapa bagian, film dengan latar masyarakat Barat ini memiliki nilai-nilai berbeda dengan kultur Indonesia. Dengan menyasar penonton 13 tahun ke atas, film banyak memperlihatkan adegan saat anak memanggil orang tua dengan namanya saja, menghardik orang tua, atau berperilaku kasar.
Ada juga gambaran tentang pasangan heterogen yang enggan punya anak biologis atau pasangan sejenis yang diceritakan ingin mengadopsi anak. Orang tua perlu memberi pengertian mengenai hal-hal itu saat menonton film bersama anak dan remaja.
Akan tetapi, film cukup mewakili konflik hubungan anak dengan orang tua, konflik antarsaudara, juga antara suami-istri dengan keluarga besar. Laman Rotten Tomatoes memberikan peringkat sebesar 82 persen per Senin (21/1).
Penonton bisa diajak tertawa sekaligus memaknai ulang arti keluarga. Bahwa keluarga tidak hanya mereka yang terhubung otomatis karena ikatan darah, tetapi yang memutuskan untuk selalu hadir dan saling mendukung, sesulit apapun kondisi yang menghadang.