Senin 21 Jan 2019 09:41 WIB

Jejak Lawas Warung Sate Gebug Kota Malang

Warung satai ini sudah ada sejak zaman Belanda

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Menu-menu kuliner legendaris di Warung Sate Gebug 1920, Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Klojen Kota Malang.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Menu-menu kuliner legendaris di Warung Sate Gebug 1920, Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Klojen Kota Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Di Kota Malang, terdapat salah satu warung satai yang sangat legendaris. Warung yang berada di Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Klojen, Kota Malang, ini sudah ada sejak zaman Belanda.

Pemilik warung generasi keempat, Achmad Kabir (24), menerangkan, usaha kuliner satai gebug telah dimulai sejak 1920 oleh buyut dan kakeknya. Lokasinya tak pernah pindah, bahkan bentuk bangunan pun tidak berubah. Keluarganya sekadar menambah beberapa ruang dan mengecatnya sesuai warna asli. Luas bangunan asli sekitar 2 x 2 meter berada di dalam area warung. Warung hanya mengalami perbaikan besar-besaran selama dua kali, yakni 1965 dan 1995.

Karena telah berdiri sejak lama, Warung Sate Gebug ini pun sudah dikenal banyak pengunjung. Tidak hanya bangunannya, pemilik juga mempertahankan rasa dan beberapa macam kuliner aslinya. Selain satai gebug, ada pula rawon, soto, dan sop daging.

photo
Menu-menu kuliner legendaris di Warung Sate Gebug 1920, Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Klojen Kota Malang.

Di antara menu-menu kulinernya, satai gebug memang paling dikenal oleh konsumen. Bukan saja karena rasa, melainkan juga penampilan dan cara pemasakannya yang sedikit unik.

Secara sekilas, satai gebug memang terlihat seperti menu dengan sebutan 'satai bundel' di Solo. Tapi, bedanya, satai gebug menggunakan daging sapi dari bagian tenderloin dan sirloin. Kemudian, dalam tata cara pemasakannya, pemilik memukul daging agar teksturnya pipih.

"Terus pakai bumbu, rendam sampai meresap, lalu tusuk dan bakar," jelasnya.

photo
Menu-menu kuliner legendaris di Warung Sate Gebug 1920, Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Klojen Kota Malang.

Soal rasa, Kabir selalu berusaha tidak pernah mengubahnya. Apalagi, Kabir diajari untuk merasakan berbagai macam bumbu agar bisa meracik satai sesuai dengan resep aslinya.

"Orang tua bukan kasih resep tapi lebih diajak ke pasar dari kecil buat icip bawang mentah, jahe, dan sebagainya untuk bedakan mana yang jelek atau tidak," jelasnya.

Untuk bahan utama seperti daging, Kabir mengaku mendapakan dari empat supplier di Kota Malang. Dua di antaranya telah lama bekerja sama sejak 1920. "Dalam sehari kami menyiapkan 20 sampai 40 kilogram. Kalau lagi ramai, 40 kilogram daging bisa habis," katanya.

Kenikmatan satai gebug memang sudah tidak bisa dimungkiri lagi. Selain lembut dan empuk, rasa dagingnya juga begitu enak saat di lidah. Hal inilah yang dirasakan pengunjung, Sofyan Arif Candra (25).

"Enak dan murah. Saya dari Surabaya datang ke sini sengaja untuk cobain satai gebug. Saya dapat video Whatsapp dari teman dan kelihatannya enak, jadinya saya datang ke sini," jelas pria yang menetap di Surabaya ini.

Untuk dapat menikmati satai gebug, pengunjung hanya perlu datang setiap hari kecuali Jumat dan momen peringatan Islam. Warung dibuka dari pukul 08.00 sampai 16.00 WIB. Harga menunya dibanderol sekitar Rp 15 ribu sampai 30 ribu per porsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement