REPUBLIKA.CO.ID, LOUISVILLE -- Louisville, sebuah kota besar di Kentucky, Amerika Serikat, memutuskan mengganti nama bandaranya menjadi Louisville Muhammad Ali International Airport. Nama tersebut terinspirasi dari kejayaam dan kebesaran petinju dunia Muhammad Ali.
Sekilas, alasan perubahan nama bandara itu tampak biasa. Siapa yang tidak kenal dengan Muhammad Ali. Prestasinya yang gemilang serta jalan hidupanya yang cukup fenomenal, membuat dedikasi dari pemerintah kota untuk Muhammad Ali itu terbilang hal yang wajar.
Namun, ada satu hal menggelitik yang tidak banyak diketahui orang. Faktanya, Ali adalah orang yang sangat takut naik pesawat terbang atau lebih tepatnya takut akan ketinggian. Rasa takut yang berlebih itu bahkan bisa digolongkan sebagai fobia.
Kebanyakan orang yang fobia ketinggian, akan merasakan kegugupan dan kecemasan yang luar biasa saat melangkahkan kaki di atas pesawat. Bahkan, telapak tangan mereka bisa basah karena keringat saking takutnya.
Orang yang dengan kasus ekstrem akan menghindari bepergian menggunakan pesawat atau alat transportasi udara lainnya. Namun, bagi mereka yang harus melakukan perjalanan jauh, mau tidak mau harus tetap naik pesawat. Itulah yang dialami oleh Ali.
Menurut buku biografinya pada 1975, ketakutan Ali tersebut mulai berkembang setelah dia mengalami turbulensi yang sangat parah ketika ikut penerbangan satu jam dari Louisville ke Chicago. "Beberapa kursi sampai terangkat dari lantai," kata Ali dikutip Travel and Leisure.
Terkait pengalaman buruk tersebut, menurut pelatihnya Joe Martin, Ali memang tidak melebih-lebihkan. "Saya benar-benar berpikir itu adalah penerbangan kami yang terakhir.. Oh, dia sangat takut mati," ujar Martin dalam buku Jonathan Eig yang berjudul Ali: A Life.
Penerbangan itu kemudian menyisakan ketakutan yang panjang untuk Ali. Menurut The Washington Post, Ali bahkan lebih memilih bertarung dari pada harus terbang. Meski demikian, sebagai petinju dunia, Ali tetap harus dituntut untuk terbang. Dan Ali pun memilih untuk membawa parasut sendiri.
"Dia pergi ke toko perlengkapan tentara dan membeli sebuah parasut dan benar-benar memakainya di pesawat," kata anak Joe Martin, Joe Martin Jr.
Namun, pergulatan melawan ketakutan terbesar Ali datang saat pertandingan Olimpiade di Roma pada 1960. Ali tidak hanya membutuhkan pelatih untuk meyakinkannya terbang ke Roma, tetapi dia juga butuh diyakinkan oleh Angkatan Udara AS.
"Yang paling saya takutkan adalah kecelakaan pesawat, dan tidak ada yang bisa meyakinkan saya sampai saya memanggil pasukan udara khusus dan meminta mereka memberikan saya rekaman penerbangan pesawat antara Roma dan Amerika," tulis Ali dalam autobiografinya.
"Mereka mengatakan mereka bahkan tidak bisa mengingat kapan terakhir kali ada kecelakaan. Pernyataan itu akhirnya cukup bisa menenangkanku dan bisa membawaku terbang ke Roma," katanya.