REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Safrudin menyatakan infeksi saluran pernafasan akut, asma, pneumonia hingga jantung koroner adalah penyakit yang diakibatkan dari udara yang tercemar.
"Kalau pagi-pagi kita bersin-bersin, ingus keluar terus itu bukan flu tetapi karena pencemaran udara," kata dia, Senin (14/1). Tak hanya itu polusi yang masuk ke pembuluh darah juga dapat menyebabkan jantung koroner.
Sementara itu ahli pencemaran udara dan lingkungan ITB Driejana mengatakan pencemaran udara dapat diukur dari kandungan PM 2.5, PM 10 dan ozone.
Paparan ozone dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular, masalah reproduksi dan masalah perkembangan. "Masalah perkembangan di sini terkait dengan tumbuh kembang anak," kata Driejana.
Polusi secara tidak disadari berdampak pada meningkatnya penyakit-penyakit tidak menular atau (katastropik) seperti kanker. Secara tidak langsung, masyarakat yang sakit akan membebani negara. Untuk itu mereka meminta adanya langkah serius untuk melakukan pengawasan dan pengelolaan pencemaran udara.
Pendiri Thamrin School of Climate and Sustainability Jala mengatakan pengawasan dapat dilakukan dengan pemeriksaan emisi gas kendaraan secara berkala. Kemudian melakukan pemantauan polusi udara pada sektor industri.
Pemerintah juga harus merevisi Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Serta Peraturan Mentari Lingkungan Hidup No.21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal (Peraturan Menteri LH No. 21 Tahun 2008).
Instrumen pengendalian pencemaran udara yang baru dari revisi kebijakan tersebut diharapkan bisa menekan pencemaran udara di Jakarta dan daerah lainnya.
Namun sayangnya agenda perubahan kebijakan pengendalian pencemaran udara ini, belum terlihat kelanjutannya di level nasional.