Rabu 09 Jan 2019 15:45 WIB

Ganja Disebut Picu Seseorang Lakukan Kekerasan

Orang yang mengonsumsi juga disebut dua kali lebih mungkin melakukan kekerasan

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Daun ganja (ilustrasi)
Foto: news-medical.net
Daun ganja (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ganja sebenarnya adalah tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih dikelompokkan sebagai obat psikotropika karena bisa membuat yang mengonsumsi mengalami euforia. Terkini, seorang penulis lewat buku terbarunya mengklaim ganja dapat memicu kekerasan.

Buku tersebut berjudul Tell Your Children: The Truth About Marijuana, Mental Illness, and Violence. Penulisnya adalah mantan wartawan New York Times, Alex Berenson, yang menunjukkan bukti bahwa ganja atau mariyuana sangat tidak aman dikonsumsi.

Berenson memaparkan bahwa ganja bisa memicu kekerasan, agresi, psikosis, bahkan menyebabkan pemakainya melakukan bunuh diri. Legalisasi ganja di Washington, Amerika Serikat, disebutnya berkaitan dengan lonjakan tingkat pembunuhan di kota tersebut.

Dalam bukunya, Berenson menghimpun sejumlah studi, termasuk yang mengungkap bahwa ganja dapat memicu gangguan mental. Dia juga mengutip pengalaman istrinya yang berprofesi sebagai psikiater untuk menunjukkan konsekuensi buruk konsumsi ganja.

Sang penulis berangkat dari fakta utama bahwa ganja menyebabkan kekacauan di otak. Karena itulah dia mengklaim bahwa ganja menyebabkan psikosis, istilah medis yang merujuk pada keadaan mental yang terganggu oleh delusi atau halusinasi.

Meskipun pemerintah tidak mengumpulkan data mengenai pasien psikosis, ada peningkatan tajam jumlah pengidapnya. Orang yang dirawat di rumah sakit karena psikosis terus bertambah sejak pertengahan 2000-an, seiring dengan kenaikan konsumsi ganja.

Argumen kontra yang disampaikan ilmuwan adalah kondisi itu disebabkan faktor lain selain ganja. Akan tetapi, tahun lalu tim ilmuwan dari Montreal, Kanada, mengungkap bahwa pemakaian ganja bisa digunakan untuk memprediksi perilaku kekerasan pasien rumah sakit jiwa.

Tim menghabiskan satu tahun melacak 1.136 pria dan wanita di bangsal psikiatri tiga kota AS, yaitu Missouri, Massachusetts, dan Pittsburgh. Pasien yang menggunakan ganja dua kali lebih mungkin mengalami ledakan kekerasan daripada mereka yang tidak mengonsumsinya.

Washington melegalkan ganja untuk penggunaan rekreasional pada 2012 dan zat itu tersedia untuk umum pada Juli 2014, periode pertengahan di mana tingkat pembunuhan meningkat. Nyatanya, angka pembunuhan selalu fluktuatif tapi Berenson bersikeras mencermati korelasinya dengan konsumsi ganja.

Dia membuat analogi terkait minum alkohol, bahwa minuman keras itu bisa menyebabkan perkelahian di bar, membuat seseorang mengemudi dalam keadaan mabuk, dan memicu kekerasan dalam rumah tangga. Namun, bisa saja alkohol hanya membuat seseorang tidur lebih nyenyak.

"Dengan ganja, semua hal negatif itu juga bisa terjadi. Namun, banyak orang lupa bahwa dampak buruknya selalu berpotensi ada," ungkap Berenson, dikutip dari laman Daily Mail.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement